Senin 24 Sep 2018 13:47 WIB

Rotasi Berkala Cegah Timbulnya Raja Kecil di Lapas

Ada petugas lapas yang bekerja di satu UPT selama 35 tahun lebih.

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Indira Rezkisari
Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A High Risk Pasir Putih untuk Narapidana Teroris Kelas Berat. Lapas ini diproyeksikan untuk menjadi Lapas dengan Super Maximum Security untuk menahan para narapidana yang memiliki potensi dan pengaruh jaringan terorisme. Nusakambangan, Jumat (22/12).
Foto: Republika/Arif Satrio Nugroho
Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A High Risk Pasir Putih untuk Narapidana Teroris Kelas Berat. Lapas ini diproyeksikan untuk menjadi Lapas dengan Super Maximum Security untuk menahan para narapidana yang memiliki potensi dan pengaruh jaringan terorisme. Nusakambangan, Jumat (22/12).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Central Detention Studies (CDS) Ali Aranoval menyebutkan, masalah yang terjadi di dalam lembaga pemasyarakatan (lapas) bisa diperbaiki dengan memberikan pelatihan integritas kepada para sipir dan calon sipir. Selain itu, promosi dan rotasi berkala para sipir juga perlu dilaksanakan.

"Harus dilakukan promosi dan rotasi berkala. Jadi, petugas di lapas ini dalam jangka waktu empat tahun, misalnya, dia harus berputar ke lapas lain. Sehingga menghindari adanya raja-raja kecil," tutur Ali di Cikini, Jakarta Pusat, Ahad (23/9).

Dia menjelaskan, saat ini hal tersebut kurang diperhatikan. Bahkan, ada petugas lapas yang bekerja di dalam satu Unit Pelaksana Teknis (UPT) selama 35 hingga 40 tahun lebih. Kondisi tersebut, kata Ali, membuat petugas tersebut lebih paham lapangan ketimbang Kepala UPT yang baru ditempatkan setelah rotasi.

"(Harus ada penguatan) untuk sipir jaga dan kemudian ada penguatan sesuai kompetensi sistem promosi dan mutasi karier pegawai Kemenkumham karena banyak sekali itu yang tidak tour of duty dan tour of area," katanya.

Selain itu, untuk mengatasi perilaku menyimpang sipir di lapas, ia juga menilai harus ada penguatan di level kantor wilayah (kanwil). Penguatan tersebut perlu dilakukan terutama soal tanggung jawab kanwil terhadap UPT dan tanggung jawab Divisi Pemasyarakatan ke UPT.

"Ada sih (tanggung jawab), cuma lemah. Ada faktor lain juga, divisi sendiri tidak punya kekuatan. Sumber daya lemah, sumber daya anggaran lemah. Makanya saran saya tadi penguatan divisi pemasyarakatannya," ungkapnya.

Menurutnya, integritas para sipir juga perlu dipikirkan oleh setiap kanwil. Mereka bisa memulai membekali para sipir dari saat perekrutan, pelatihan, dan melalui pemantauan berkala. Upaya itu, kata dia, saat ini tidak dilakukan.

"Bisa dimulai dengan pembekalan ketika mereka menjadi petugas lapas. Celakanya itu tidak dilakukan. Orang, ketika menjadi sipir, pertama kali ditempatkan di lapas, dia tidak mendapatkan pelatihan yang cukup," katanya.

Sehingga, sambungnya, ketika sipir itu dihadapkan dengan kondisi perekonomian dan pertentangan batin, ia tidak memiliki pengalaman untuk menghadapi hal tersebut. Ia menjelaskan, persoalan tersebut berada di luar pantauan Divisi Pemasyarakatan, Kepala Unit Pelaksana Teknis (KUPT), dan Kepala Lapas. "Mau sepintar apapun kalapas, dia tidak akan bisa mengendalikan sipir," jelas dia.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement