Senin 24 Sep 2018 15:53 WIB

Tantangan Terbesar Indonesia Mencapai Kedaulatan Pangan

Indonesia memiliki banyak tenaga ahli untuk menciptakan kedaulatan pangan

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Nidia Zuraya
Kedaulatan Pangan (ilustrasi)
Foto: ANTARA
Kedaulatan Pangan (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso menuturkan, salah satu tantangan terbesar dalam isu ketahanan pangan di Indonesia adalah sinergitas antara berbagai pemangku kepentingan. Indonesia memiliki banyak tenaga ahli untuk menciptakan kedaulatan pangan, tapi belum ada sinergi yang baik.

Salah satu dampak yang terjadi akibat tidak adanya sinergitas ini adalah impor. Budi Waseso yang akrab disapa Buwas ini mengaku miris melihat Indonesia sebagai negara agraris tapi terus melakukan impor pangan, termasuk beras.

"Apalagi kalau dilihat dari kacamata petani, sungguh miris. Makanya, sekarang kita harus bersinergi untuk bangun ketahanan pangan," tuturnya saat menghadiri diskusi di Menara Kadin Indonesia, Jakarta, Senin (24/9).

Buwas mencontohkan Cina sebagai negara yang sudah sukses dalam menyiapkan ketahanan pangan selama satu dekade ke depan. Negeri Tirai Bambu ini menerapkan kebijakan ekspansif dengan membuka lahan perkebunan dan pangan strategis di negara lain seperti Thailand dan Afrika.

Kebijakan ini telah disepakati oleh berbagai pihak di Cina. Dengan konsep tersebut, kebutuhan pangan jumlah penduduk Cina yang sudah lebih dari 1,3 miliar jiwa mampu terpenuhi tanpa harus impor dari negara lain.

Kedaulatan pangan di Cina pun terjaga. Perubahan iklim dan cuaca tidak mengganggu produksi karena luasnya penyebaran investasi yang dilakukan Cina.

Sementara itu, Buwas menambahkan, Indonesia masih belum memiliki neraca ketahanan pangan, termasuk neraca beras. Data yang menjadi dasar dalam pengambilan kebijakan terkait ketahanan pangan ini belum terlihat.

"Saya tidak tahu ini tanggung jawab siapa. Dengan tidak ada data ini, kecenderungan impor beras itu jadi nyaman," ujarnya.

Buwas menambahkan, sampai saat ini, Bulog bekerja dengan sistem meraba karena gelap akan data valid terkait pangan, terutama beras. Menurutnya, data yang disajikan tiap kementerian dan lembaga cenderung berbeda.

Atas dasar permasalahan tersebut, Buwas mengajak kepada seluruh pemangku kepentingan untuk berkomitmen membuat data yang valid. Ia berkomitmen akan membantu penyediaan data dari bulog yang bisa didiskusikan bersama data dari Kementerian Perdagangan, Kementerian Pertanian dan Badan Pusat Statistik.

Sembari menunggu kumpul, Buwas menjanjikan Bulog akan tetap menunaikan tugasnya untuk menyerap produksi pangan dalam negeri sebanyak-banyaknya. Di antaranya beras untuk dijadikan sebagai cadangan pemerintah.

"Saat ini, cadangan beras pemerintah (CBP) sudah 2,7 juta ton, melebihi batas yang ditentukan 1 sampai 1,5 juta ton. Jadi, sudah cukup," ucapnya.

Sementara itu, Ketua Komite Tetap Ketahanan Pangan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Franciscus Welirang menjelaskan, sinergitas juga dibutuhkan guna memantau pengadaan pangan yang beragam di Indonesia. Fokus pangan tidak terbatas pada beras, juga pada komoditas lain seperti jagung, gula, daging ayam dan daging sapi.

Seluruh komoditas penting untuk diperhatikan seluruh pemangku kepentingan dalam kaitannya dengan pengendalian inflasi. Apalagi, sembilan bulan ke depan akan dilaksanakan pemilihan presiden (pilpres) dan pemilihan legislatif (pileg).

"Penting kita bicarakan sebelum memasuki tahun politik ini," tuturnya.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement