REPUBLIKA.CO.ID, PADANG -- Ratusan guru honorer yang berasal dari berbagai daerah di Sumatra Barat mendatangi Kantor Gubernur pada Senin (24/9) siang. Aksi damai yang diikuti oleh Forum Honorer Kategori 2 Indonesia (FHK21) Sumbar ini menuntut pemerintah memprioritaskan para pegawai honorer, baik guru dan tenaga kesehatan, dalam seleksi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) tahun ini.
Para guru dan tenaga medis honorer merasa mereka semakin tersisihkan setelah masa moratorium CPNS diberlakukan. Pada pembukaan seleksi CPNS tahun ini pun, para guru dan petugas medis honorer masih mengganggap pemerintah belum menunjukkan keberpihakan.
"Kami tidak ingin dibukanya penerimaan CPNS dengan jalur umum. Tuntaskan penerimaan CPNS dari honorer, ini tentu dampak dari menetorium. Kami bukan lagi terancam tapi terbuang, tereleminasi, usia kami sudah usum," kata Ketua Honorer Padang, Zalfitra, Senin (24/9).
Para guru dan tenaga medis honorer juga menolak pemberlakuan Peraturan Pemerintah (PP) tentang Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K). Beleid ini membuka peluang para guru dan tenaga kesehatan honorer untuk diangkat menjadi ASN bila tidak lolos dalam seleksi CPNS.
Salah satu guru honorer dari Kabupaten Tanah Datar, Rahmadanis, mengatakan bahwa kebijakan moratorium yang sempat berlaku cukup menggerus peluang para guru honorer untuk mengikuti seleksi CPNS. Baginya, ketimbang pemerintah membuka CPNS untuk umum, lebih baik mendahulukan para guru dan tenaga kesehatan honorer yang sudah lama mengabdi untuk negara.
"Dari segi gaji juga jauh dari layak. Kami terima Rp150-300 ribu per bulan. Kadang kami terima sekali untuk 3 bulan. PNS harga mati," katanya.
Sementara itu, Wakil Gubernur Sumatra Barat Nasrul Abit memberikan kesempatan kepada para peserta aksi untuk berdialog dengannya. Ia mewakili Gubernur Sumbar Irwan Prayitno yang sedang melakukan kunjungan kerja ke Australia. Nasrul bahkan rela naik ke atas panggung untuk melakukan dialog bersama para guru dan petugas kesehatan honorer.
Dalam penjelasannya, Nasrul menyebutkan bahwa kebijakan pengangkatan PNS merupakan otoritas Kementerian PAN-RB, bukan kewenangan Pemda. Ia berjanji untuk meneruskan aspirasi para peserta aksi ke pemerintah pusat. Persoalan gaji yang jauh dari layak, Nasrul juga berjanji akan duduk satu meja dengan seluruh Bupati dan Wali Kota untuk menjajal mencari jalan tengah. Salah satu opsinya adalah dengan memberikan gaji setara Upah Minimum Regional (UMR) dengan mengalokasikan Aanggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
"Mereka juga menyampaikan, hargai jasa mereka agar tidak terima lagi Rp 200 ribu - Rp 300 ribu perbulan. Ini tentu kan dibicarakan dengan masing-masing kepala daerah, mudah-mudahan mereka hari ini bisa menerima solusi-solusi ini," jelas Nasrul.