REPUBLIKA.CO.ID, MALE -- Pemimpin baru asal oposisi di Maladewa dan menang dalam pemilihan presiden pada Senin (24/9) akan meninjau ulang proyek utama yang disepakati pemerintahan sebelumnya dengan Cina. Pejawat Abdulla Yameen, yang menjalin hubungan erat dengan Beijing dan Arab Saudi, mengalami kekalahan setelah Komisi Pemilihan mengatakan pemimpin oposisi Ibrahim Mohamed Solih menang dalam pemilihan pada Ahad (23/9) dengan perbedaan suara 16,7 persen.
Sebelum pemilihan itu, oposisi menyatakan akan meninjau ulang penanaman modal Cina. Sementara pakar memperingatkan bahwa Maladewa, negara kepulauan di Samudera Hindia, terancam jatuh dalam perangkap utang.
Mohamed Nasheed, sekutu Solih dan mantan presiden, yang tinggal di pengasingan, berulang kali menyatakan ingin merundingkan ulang perjanjian yang telah dibuat. Nasheed menjadi presiden pada 2008 hingga 2012.
"Kami punya manifesto bersama. Kami punya berbagai isu, kami memiliki ide-ide yang sudah disepakati. Saya pikir kita harus meninjau ulang semua perjanjian yang kami tanda tangani dengan Cina. Kami harus meninjau ulang semuanya dan lihat apa yang terjadi," kata Nasheed kepada Reuters pada Senin di Kolombo, Srilanka.
Maladewa, yang terdiri atas gugusan pulau di sebelah barat daya paling ujung bagian selatan India, dikenal sebagai lokasi berlibur yang mahal. Tetapi, negara berpenduduk Muslim dan jumlah penduduknya kurang dari setengah juta itu menderita peralihan menuju demokrasi setelah pemerintahan otoriter selama tiga dekade berakhir pada 2008.
"Inilah saat gembira, saat yang penuh harapan," kata Solih kepada wartawan di Male, ibu kota Maladewa, "Ini perjalanan yang berakhir di kotak suara karena rakyat menghendakinya."
India dan Amerika Serikat mengucapkan selamat atas kemenangan Solih, yang dikenal luas dengan nama "Ibu", sebelum Yameen mengakui. "Pemilihan ini menandai tidak hanya kemenangan kekuatan demokrasi in Maladewa, tetapi juga mencerminkan komitmen kuat bagi nilai-nilai demokrasi dan kekuasaan berdasarkan hukum," kata Kementerian Luar Negeri India dalam satu pernyataan.
Baik New Delhi maupun Washington prihatin atas pengaruh Cina yang meningkat di Maladewa dan kesukarannya terhadap sikap lebih keras atas masalah agama selama lima tahun di bawah kekuasaan Yameen. Sementara itu, Cina telah membantu membangun perluasan bandar udara internasional di Maladewa, dan jembatan yang menghubungkannya dengan Male.
Investasi Cina di Maladewa dipandang sebagai bagian dari strategi "Untaian Mutiara", membangun jejaring pelabuhan-pelabuhan di kawasan itu mulai dari Srilanka hingga Pakistan. India dan negara Barat mencemaskan strategi Beijing bertujuan membantu militer Cina memperluas jangkauannya.