REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Bandar Udara (Bandara) Komodo, Labuan Bajo, ditetapkan sebagai salah satu pilot project pemerintah yang dikembangkan melalui skema kerja sama pemerintah dengan badan usaha atau kerap disebut KPBU. Total kebutuhan investasinya sebesar Rp 3 triliun.
Investasi tersebut terdiri dari Rp 1,17 triliun untuk capital expenditure (capex) dan Rp 1, 83 triliun untuk operational expenditure (opex). Masa konsesi Bandara Komodo ini 25 tahun atau sampai tahun 2044.
Plt Deputi Bidang Perencanaan Penanaman Modal BKPM Wisnu Wijaya Soedibjo menjelaskan, KPBU merupakan bentuk pembiayaan strategis dalam proyek pengadaan infrastruktur. "Tujuannya, mengejar ketertinggalan Indonesia guna mencapai pertumbuhan ekonomi jangka panjang," ujarnya dalam acara Market Sounding Proyek KPBU Bandar Udara Komodo di Kantr BKPM Jakarta, Selasa (25/9).
Pemilihan skema KPBU tidak hanya atas pertimbangan keterbatasan anggaran, melainkan mendorong keterlibatan pihak swasta sebagai calon investor proyek infrastruktur. Mereka yang memiliki pengetahuan, keahlian dan pengalaman dalam mewujudkan infrastruktur diajak untuk aktif dengan anggaran yang lebih efisien.
Wisnu menekankan, pengembangan Bandar Udara Komodo dengan skema KPBU bukan semata membangun kompleks bandara internasional. Lebih dari itu, pengembangan juga akan menyediakan fasilitas bandar udara dengan pelayanan berkualitas bagi wisatawan yang ingin berkunjung ke destinasi wisata Labuan Bajo.
Dalam tahap penyiapan proyek KPBU, market sounding atau penjajakan pasar menjadi proses penting, khususnya untuk finalisasi dokumen prastudi kelayakan. Menurut Wisnu, manfaat proses ini tidak hanya untuk pemerintah sebagai pemilik proyek, juga pasar atau calon investor.
"Karena mereka bisa mendapatkan data sebelum masuk ke proses tender," tuturnya.
Proses market sounding yang dihadiri sekitar 150 calon investor ini membahas dokumen outline business case (OBC). Selain mengenalkan lebih dalam proyek pengembangan Bandara Komodo, market sounding menjadi wadah pemerintah mendapat masukan atau feedback dari pasar terhadap bentuk kerja sama yang ditawarkan dari segi teknis, juga keuangan, sosial dan alokasi resiko. Feedback ini nantinya akan dimanfaatkan menjadi bahan penyempurnaan OBC.
Wisnu menuturkan, skema KPBU dapat digunakan untuk proyek pengembangan seperti dalam kasus Bandara Komodo ataupun proyek baru. "Kalau proyek baru, biasanya karena memang ada spot baru. Kalau pengembangan, berlaku untuk proyek strategis nasional tapi kapasitasnya kurang, sehingga harus diperbesar. Contohnya Bandara Komodo ini," ucapnya.
Ada beberapa kriteria untuk proyek yang bisa diberikan KPBU, termasuk dari segi strategis. Artinya, proyek tersebut memberikan dampak multiplier yang luas. Selain itu, proyek juga berpotensial untuk bisa menarik partisipasi swasta.
Direktur Keamanan Penerbangan Kementerian Perhubungan Nur Isnin Istiarto menjelaskan, saat ini Kemenhub tengah mengkaji potensi pelaksanaan skema KPBU pada beberapa proyek bandar udara. Selain Bandara Komodo, ada juga Bandara Tarakan dan Singkawang Baru. Pelabuhan Bau Bau dan Anggrek juga masuk dalam daftar pilot project.
Bandara Komodo pun terpilih menjadi pilot project dengan pertimbangan peranannya untuk mendukung pengembangan Kawasan Strategis Pariwisata Nasional Labuan Bajo. Selain itu, pertimbangan potensi daerah sekitarnya yang menawarkan keindahan panorama alam dan kearifan lokal khas Nusa Tenggara Timur.
Nur Isnin berharap, selain mempercantik Bandara Komodo dan infrastruktur lain, skema KPBU diharapkan bisa menciptakan peluang transfer knowledge antara calon mitra dengan pemerintah. "Terutama pemahaman mengenai pengelolaan bandara yang lebih efisien dan profitable," ujarnya.