REPUBLIKA.CO.ID, PADANG -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mempelajari proses dan fakta persidangan mantan kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Temenggung terkait kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Proses persidangan yang menjatuhkan vonis 13 tahun penjara terhadap Syafruddin bisa menjadi amunisi KPK untuk menggali pihak-pihak lain yang ikut merugikan negara hingga Rp 4,58 triliun.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan proses pengembangan perkara menjadi salah satu tindak lanjut dalam mencari siapa pelaku lain agar Rp 4,58 triliun bisa kembali ke negara sesuai hukum acara yang berlaku. "Saya tentu tak bisa menyebutkan namanya sekarang,” kata dia di Universitas Negeri Padang (UNP), Selasa (25/9).
Febri mengingatkan, penanganan kasus tindak pidana korupsi bukan hanya perkara memproses orang per orang. Namun, ia mengatakan, ada langkah untuk melakukan pemulihan aset (asset recovery) dengan maksimal.
Baca Juga: Ajukan Banding, Syafruddin tak Khawatir Diperberat
Artinya dalam kasus ini, KPK telah menjalankan penyelidikan hingga empat tahun untuk memastikan siapa saja yang terlibat dan menyusun strategi agar uang Rp 4,58 triliun bisa kembali. "Namun, ada pembuktian yang perlu kami lakukan secara hati-hati," kata dia.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah. (Republika/Iman Firmansyah)
Perihal langkah Syafruddin yang memilih mengajukan banding, Febri menegaskan, KPK tetap akan menghadapinya. Hakim, lanjut Febri, juga sudah memastikan bahwa perkara ini masuk ranah pidana.
"Jadi argumen yang disampaikan terdakwa bahwa misalnya ini di ranah perdata dan audit BPK dipertanyakan, semua sudah clear di putusan hakim," kata Febri.
Sebelumnya, Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta menjatuhkan hukuman 13 tahun penjara terhadap Syafruddin Arsyad Temenggung. Ia juga diwajibkan membayar denda Rp 700 juta subsider 3 bulan kurungan.
Vonis terhadap Syafruddin ini lebih ringan dari tuntutannya. Sebelumnya, tuntutan Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap Syafruddin adalah 15 tahun penjara serta denda sebesar Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan.
Dalam putusan Majelis Hakim, Syafruddin terbukti telah ikut merugikan negara Rp 4,58 triliun terkait penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Majelis Hakim menyatakan Syafruddin terbukti merugikan negara Rp 4,58 triliun dalam penerbitan SKL BLBI untuk pemilik saham pengendali Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI) Sjamsul Nursalim.