Selasa 25 Sep 2018 17:19 WIB

AS Kucurkan Dana Bantuan untuk Pengungsi Rohingya

Sebagian besar dana bantuan akan digunakan untuk mendukung layanan darurat.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Nur Aini
Warga muslim rohingya menunggu penyaluran bantuan berupa paket makanan di Kamp Pengungsi Rohingya di Propinsi Sittwe, Myanmar.
Foto: Edwin Dwi Putranto/Republika
Warga muslim rohingya menunggu penyaluran bantuan berupa paket makanan di Kamp Pengungsi Rohingya di Propinsi Sittwe, Myanmar.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Pemerintah Amerika Serikat (AS) akan memberikan bantuan dana sebesar 180 juta dolar AS untuk pengungsi Rohingya di Bangladesh. Hal itu diumumkan ketika Duta Besar AS untuk PBB Nikki Haley bertemu Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu pada Senin (24/9).

Haley mengatakan sebagian besar dana bantuan akan digunakan untuk mendukung layanan darurat seperti makanan, air, sanitasi, perawatan kesehatan, dan dukungan psikososial. "Masih banyak yang harus dilakukan, jadi kami perlu negara lain untuk melakukan bagian mereka juga," katanya, dikutip laman Anadolu Agency.

"Pendanaan tambahan ini membawa bantuan kemanusiaan AS dalam menanggapi krisis Negara Bagian Rakhine menjadi hampir 389 juta dolar AS sejak pecahnya kekerasan pada Agustus 2017," kata Haley menambahkan.

Departemen Luar Negeri AS telah menerbitkan laporan terbaru tentang kekerasan terhadap Rohingya di Rakhine pada Agustus 2017. Dalam laporan itu disebut bahwa pembantaian terhadap Rohingya dilakukan secara terkoordinasi dan terencana.

Laporan Departemen Luar Negeri AS itu disusun berdasarkan wawancara lebih dari seribu etnis Rohingya yang mengungsi di Bangladesh. "Survei ini mengungkapkan bahwa kekerasan baru-baru ini di Rakhine Utara sangat ekstrem, berskala besar, meluas, dan tampaknya diarahkan untuk meneror dan mengusir penduduk Rohingya," kata laporan tersebut.

"Ruang lingkup dan skala operasi militer menunjukkan bahwa mereka terencana serta terkoordinasi dengan baik," kata laporan itu menambahkan.

Dalam laporan tersebut, para korban menggambarkan secara cukup mendetail apa yang telah mereka saksikan ketika militer Myanmar menggelar operasi di Rakhine. Mereka mengaku cukup banyak melihat kekejian, seperti pembunuhan bayi dan anak-anak, penembakan orang tak bersenjata, hingga korban yang dikubur hidup-hidup.

Saat ini lebih dari setengah juta etnis Rohingya masih mengungsi di Bangladesh. Mereka bertahan hidup dengan mengandalkan bantuan kemanusiaan dari lembaga kemanusiaan internasional. Pada November 2017, Myanmar dan Bangladesh telah menyepakati proses repatriasi pengungsi dan pembentukan kelompok kerja bersama. Namun pelaksanaan kesepakatan itu belum optimal. Cukup banyak pengungsi Rohingya di Bangladesh yang enggan kembali ke Rakhine.

Mereka mengaku masih trauma atas kejadian yang menimpanya pada Agustus tahun lalu. Selain itu, kesepakatan repatriasi pun tak menyinggung perihal jaminan keamanan dan keselamatan bagi warga Rohingya yang kembali.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement