REPUBLIKA.CO.ID, RAMALLAH -- Presiden Palestina Mahmoud Abbas dijadwalkan memberi pidato di Majelis Umum PBB pada Kamis (27/9). Pada kesempatan itu, ia diharapkan menyampaikan tentang perjuangan Palestina dan konsep perdamaian Timur Tengah yang ditawarkan Amerika Serikat (AS).
"Pidato Presiden Abbas di Majelis Umum PBB pada hari Kamis akan menjadi titik balik, itu akan membuka jalan untuk cara baru menangani banyak tantangan yang dihadapi rakyat kita," kata juru bicara Otoritas Palestina Nabil Abu Rudeina dalam sebuah pernyataan, dikutip laman Anadolu Agency pada Selasa (25/9).
Menurut Rudeina, pada kesempatan itu, Abbas akan menyampaikan pula tentang proposal strategi nasional yang komprehensif dan akan memiliki dampak besar pada peristiwa di kawasan serta dunia. Hal itu termasuk perihal status Yerusalem yang telah diklaim sebagai ibu kota Israel.
"Tanpa Yerusalem (sebagai ibu kota negara Palestina), tidak akan ada solusi. Seluruh wilayah akan tetap berada dalam siklus ketidakstabilan dan perang tanpa akhir," ujar Rudeina.
Baca juga, Mengapa Trump Akui Yerusalem Ibu Kota Israel?
Pada Desember 2017, AS mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel. Keputusan itu menuai kecaman dari berbagai pihak, terutama negara-negara Arab dan Muslim. AS dianggap melanggar berbagai resolusi internasional.
Sejak saat itu, Palestina memutuskan hengkang dari perundingan damai dengan Israel yang dimediasi AS. Palestina menilai AS tak lagi menjadi mediator netral karena terbukti membela kepentingan Israel.
Namun AS berupaya menarik kembali Palestina dalam perundingan tersebut. AS berusaha menekan Palestina dengan menghentikan pendanaan terhadap Badan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA). AS juga menutup kantor perwakilan Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) di Washington.
Selagi menekan Palestina, AS telah menyiapkan sebuah proposal perdamaian yang dikenal dengan "Deal of Century". Namun Palestina telah menolak proposal perdamaian tersebut karena di dalamnya tak lagi menyinggung perihal status Yerusalem dan hak pengungsi Palestina yang terusir dari tanah miliknya ketika Israel berdiri.