REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) berupaya mensosialisasikan tentang bahaya penyimpangan perilaku seksual seperti Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender (LGBT). Target pertamanya, sosialisasi bisa dilakukan di 11 kampus Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (PTN-BH) di Indonesia.
Upaya pencapaian target tersebut dimulai dengan digelarnya sosialisasi bahaya LGBT di Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya pada Rabu (26/9). Wakil Ketua Umum Majelis Pengurus Pusat ICMI, Sri Astuti Buchari menyampaikan, tidak ada satupun agama di Indonesia yang memperbolehkan perilaku LGBT.
Maka dari itu, agama Islam mengharamkan perilaku ini, dan perilaku ini dianggap juga sebagai tindak pidana yang salah secara hukum. “Dari segi kesehatan pun, perilaku LGBT ini sangat berbahaya. Banyak penyakit yang dapat ditimbulkan, di antaranya HIV/AIDS, sifilis, hepatitis C, dan lain-lain,” kata Sri.
Salah satu pemateri Prof Dr Ir Aida Vitayala Sjafri Hubeis menyampaikan, berdasarkan perspektif gender, perilaku menyimpang LGBT ini dapat dicegah melalui keluarga. Karena keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat yang berkumpul dan tinggal di bawah satu atap dalam keadaan saling ketergantungan.
“Ketergantungan inilah yang dapat kita gunakan sebagai kunci untuk mencegah perilaku LGBT ini,” kata Guru Besar Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Institut Pertanian Bogor (IPB) ini.
Maka dari itu, lanjut perempuan yang biasa disapa Aida ini, dibutuhkan pendidikan mengenai perilaku seksual yang baik mulai dari keluarga. “Jika keluarga tangguh, maka masyarakat tangguh, dan negara pun tangguh,” pungkasnya.
Rektor ITS Joni Hermana menyampaikan, perilaku menyimpang yang telah meneror bangsa Indonesia ini harus segera ditindaklanjuti. Ia sangat sedih ketika melihat banyak sekali generasi penerus bangsa yang sudah terjerumus dalam hal yang menyimpang dari fitrah manusia ini.
“Sebagai perguruan tinggi yang memiliki misi untuk menciptakan generasi penerus bangsa yang berkompeten untuk memajukan bangsa Indonesia, ITS juga harus membuka mata untuk hal yang seperti ini,” kata Joni.
Ia menekankan, akibat yang ditimbulkan dari perilaku tersebut tidak hanya berbahaya bagi pelaku, namun juga mengancam orang lain. Oleh karena itu, melalui sosialisasi ini, ia berharap agar sivitas akademika ITS sadar bahwa perlunya menyelamatkan orang-orang yang sudah terjerumus dalam perilaku ini agar tidak terjerumus lebih dalam dan membahayakan lingkungannya, atau bahkan memusnahkan satu generasi.