Rabu 26 Sep 2018 22:22 WIB

OJK Nyatakan Stabilitas Sektor Jasa Keuangan Masih Terjaga

OJK mencatat per 21 September IHSG menurun 1,0 persen per mtd

Rep: Iit Septyaningsih/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Karyawan berjalan di dekat layar pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Rabu (19/9).
Foto: Antara/Sigid Kurniawan
Karyawan berjalan di dekat layar pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Rabu (19/9).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rapat Dewan Komisioner (RDK) Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai, stabilitas sektor jasa keuangan masih dalam kondisi terjaga. Hal itu di tengah kondisi likuiditas di pasar keuangan Indonesia yang masih mengalami volatilitas akibat berlanjutnya ketidakpastian di pasar keuangan global.

Deputi Komisioner Manajemen Strategis dan Logistik OJK Anto Prabowo mengatakan, dalam beberapa waktu terakhir, kondisi pasar keuangan global masih mengalami ketidakpastian. Kondisi tersebut dipengaruhi oleh berlanjutnya isu perang dagang antara Amerika Serikat (AS) serta Cina dan normalisasi kebijakan moneter AS juga Eropa.

"Ketidakpastian ini telah meningkatkan tekanan di pasar keuangan emerging markets. Khususnya di berbagai negara yang mengalami ketidakseimbangan eksternal," ujar Anto melalui keterangan resmi, Rabu, (26/9).

OJK, kata dia, mendukung penuh upaya pemerintah dalam mengurangi dampak adanya tekanan pasar keuangan global terhadap perekonomian domestik. Di antaranya dengan penjadwalan ulang proyek infrastruktur non-strategis berkonten impor tinggi, penggunaan biosolar (B20), dan peningkatan tarif PPh impor produk konsumsi.

"Di tengah dinamika di pasar keuangan global, pasar modal domestik per September 2018 terpantau masih relatif stabil. Per 21 September 2018, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mencatat pelemahan tipis sebesar 1,0 persen secara month to date (mtd)," jelas Anto.  

Sementara, ia menyebutkan, investor nonresiden mencatatkan net sell sebesar Rp 2,5 triliun. Kemudian secara year to date (ytd), IHSG terkoreksi sebesar 6,3 persen dengan investor nonresiden mencatatkan net sell sebesar Rp 52,7 triliun. 

Di pasar Surat Berharga Negara (SBN), OJK mencatat, yield tenor jangka pendek, menengah, dan panjang kembali meningkat masing-masing sebesar 82 bps, 22 bps, dan 42 bps mtd. "Peningkatan yield ini terjadi seiring dengan dinamika eksternal yang masih meningkat," kata Anto. 

Lalu sampai 21 September 2018, investor nonresiden masih mencatat net buy sebesar Rp 4,4 triliun. Sedangkan kinerja intermediasi sektor jasa keuangan pada Agustus 2018 secara umum masih bergerak positif. 

OJK mencatat pula, kredit perbankan dan piutang pembiayaan masing-masing tumbuh sebesar 12,12 persen year on year (yoy) dan 5,82 persen yoy. Angka itu meningkat dibandingkan bulan sebelumnya yakni 11,34 persen dan 5,53 persen. 

Selanjutnya dari sisi penghimpunan dana, Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan tumbuh sebesar 6,88 persen yoy. Premi asuransi jiwa dan asuransi umum/reasuransi per Agustus 2018 masing-masing mencatat sebesar Rp 114,8 triliun dan Rp 49,3 triliun.

Sementara di pasar modal, pada periode Januari sampai 21 September 2018, penghimpunan dana oleh korporasi telah mencapai Rp 130 triliun. Dengan emiten baru sebesar 39 perusahaan serta total dana kelolaan investasi sebesar Rp 740,69 triliun, meningkat 7,58 persen dibandingkan akhir 2017.

Di tengah berlanjutnya volatilitas di pasar keuangan domestik, OJK juga menilai profil risiko lembaga jasa keuangan masih terjaga pada level yang manageable. Rasio Non-Performing Loan (NPL) gross perbankan tercatat sebesar 2,74 persen, sedangkan rasio Nonperforming Financing (NPF) perusahaan pembiayaan berada pada level 3,11 persen. 

"Sementara itu, permodalan lembaga jasa keuangan tercatat pada level yang cukup tinggi. Capital Adequacy Ratio perbankan per Agustus 2018 tercatat sebesar 23,01 persen," ujar Anto. Untuk Risk-Based Capital industri asuransi umum dan asuransi jiwa masing-masing sebesar 309 persen serta 434 persen. 

Dinamika di pasar keuangan diperkirakan masih akan berlanjut seiring masih tingginya downside risk di lingkup global. "OJK memandang kemampuan sektor jasa keuangan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi masih terbuka, namun tetap dengan memperhatikan prinsip kehati-hatian," tutur Anto.

Beberapa faktor risiko yang menjadi perhatian di antaranya, perkembangan suku bunga dan likuiditas global, gejolak di pasar keuangan emerging markets, dan tensi perang dagang. 

"OJK akan mengambil langkah-langkah kebijakan yang diperlukan untuk menjaga stabilitas sektor jasa keuangan nasional serta memperkuat koordinasi dengan lembaga-lembaga terkait," tegasnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement