REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) meminta pemerintah menghadirkan jagung lewat impor guna memenuhi kebutuhan pakan ternak. Sebab, produksi jagung saat ini tidak dalam kondisi baik.
"Impor itu bukan ssesuatu yang haram. Kalo kita anti-impor dan negara lain melakukan hal yang sama kita nggak bisa ekspor," kata Ketua Apindo bidang peternakan dan Perikanan Anton Supit saat ditemui di Auditorium Kementerian Perdagangan, Rabu (26/9).
Menurutnya, jika terjadi surplus produksi jagung maka akan berdampak pada harga yang baik. Sementara harga pakan naik karena tingginya harga jagung. Dia menilai, guna menjaga harga telur ayam dan daging ayam, perlu adanya impor untuk meredam tingginya harga pakan ternak.
"Saya tidak suka impor pada dasarnya. Kalau jagung impor pada dasarnya masih segar, cost of money lebih murah kalau lokal," katanya.
Dia mengatakan setidaknya diperlukan delapan juta ton pakan ternak dalam kurun waktu setahun. Namun, produksi lokal hanya bisa mengumpulkan sekitar lima juta ton jagung. Hal tersebut berdampak pada naik turunnya harga jagung.
Impor jagung sudah ditutup pemerintah sejak 2016. Hal itu karena pemerintah merasa telah sukses dan surplus sehingga menutup impor. Kementerian Pertanian sebelumnya memproyeksikan adanya surplus empat juta ton jagung.
"Kalau surplus dimana jagungnya? Pasar tidak bisa ditipu. Kalau ada barang harga pasti turun," ujar dia.
Saat ini, kata dia, harga jagung lebih dari Rp 5.000 per kg. Harga tinggi terjadi karena adanya persaingan antara peternak dan industri pakan. Saat produksi jagung kurang dan dilarang silakukannya impor, industri bisa mengalihkan ke gandum sebagai bahan bakunya. Namun, pada tahun ini, pemerintah melarang impor gandum meski belum ada ketentuannya.
Baca: ADB Peringatkan Risiko Pertumbuhan Ekonomi Indonesia