REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo menegaskan polemik ibu kota Kabupaten Maybrat di Papua Barat yang berlangsung selama delapan tahun telah selesai. Hal itu dikatakan Tjahjo saat menyambangi kantor Ombudsman RI di Jakarta.
“Ini permasalahan delapan tahun belum selesai. Hanya sebuah kabupaten menentukan ibu kota. Sudah ada aspek hukumnya tapi ternyata perdamaian adatlah yang diutamakan. Sekarang selesai sudah pindah di Kumurkek, bukan di Ayamaru," kata Tjahjo di kantor Ombudsman, di Jakarta, Rabu (26/8).
Tjahjo mengucapkan terima kasih kepada ombudsman yang telah menyerap laporan dan keluhan terkait permasalahan ibukota Kabupaten Maybrat. Ia menjelaskan, polemik Ibukota Kabupaten Maybrat terjadi sebelum dirinya menjabat Mendagri. Penyelesaian kemudian dilakukan melalui rapat demi rapat. Semua elemen di Maybrat dipertemukan dalam satu meja. Tim beranggotakan elemen masyarakat di Maybrat, mulai tokoh agama, adat, tokoh masyarakat, pimpinan birokrasi dan lain-lain dibentuk.
" Rapat cukup panjang. Kami mengumpulkan dan bentuk tim, anggotanya tokoh masyarakat, tokoh adat sampai raja adatnya kita libatkan. Kemudian rapat dengan Pak Menkopolhukam. Hari ini kami ke Ombudsman. Nanti 3 Oktober akan ke sana menyaksikan (peresmian ibukota). Saya juga mengundang Ketua Ombudsman untuk melihat ini sudah selesai. Kami juga libatkan BIN, kepolisian sampai TNI, semua tokoh adat, tokoh agama, duduk semua, sekarang sudah selesai," tutur Tjahjo.
Ketua Ombudsman Amzulian Rifai mengatakan, pertemuannya dengan Mendagri memang ingin mendapat penjelasan utuh terkait masalah yang dilaporkan ke lembaganya. Ia mengapresiasi, Mendagri sendiri yang bersedia datang dan memberi klarifikasi.
"Tentu ombudsman mendengarkan penjelasan-penjelasan itu ada banyak hal yang perlu diperhatikan semua pihak dalam menyelesaikan soal dimana ibukota Maybrat itu. Kami mendapatkan penjelasan, untuk kemudian memberikan masukkan kepada para pihak supaya tuntas masalah ini karena yang paling penting adalah masyarakat di Maybrat itu bisa berdampingan dan pemerintahan bisa berjalan dengan baik," kata Rifai.
Rifai menambahkan, laporan tentang polemik ibu kota Kabupaten Maybrat diterima Ombudsman setelah DPRD setempat mengadu. Menurut laporan DPRD, dalam polemik ibukota kabupaten, ada dua pihak yang berbeda pendapat. Satu kelompok ingin ibukota di Maybrat. Sementara kelompok lainnya ingin di Ayamaru.
"Kita kan mendengarkan semua pihak dan kami Ombudsman juga mendengar dari Mendagri karena yang paling paham duduk soal di lapangan, semua aspek semua sudah dijelaskan tadi. Kita tidak bisa melihat kepentingan salah satu kelompok saja. Tadi Mendagri sudah menjelaskan secara komprehensif itu dari otonomi daerah untuk mempendek rentang kendali dalam pelayanan," tutur Rifai.