Kamis 27 Sep 2018 09:09 WIB

The Fed Tetap Naikkan Suku Bunga di Tengah Ketegangan Dagang

Powell mengakui ada kekhawatiran perdagangan di kalangan pebisnis.

Chairman Bank Sentral Amerika Serikat Jerome Powell.
Foto: AP Photo/Susan Walsh
Chairman Bank Sentral Amerika Serikat Jerome Powell.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Bank Sentral Amerika Serikat (AS) Federal Reserve pada Rabu (26/9) menaikkan suku bunga jangka pendek untuk ketiga kalinya tahun ini. Kenaikan ini dilakukan meskipun ada kekhawatiran atas meningkatnya ketegangan perdagangan antara AS dan mitra-mitra dagangnya.

"Mengingat realisasi dan ekspektasi kondisi-kondisi pasar kerja dan inflasi, Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) memutuskan untuk menaikkan kisaran target tingkat suku bunga federal fund (FFR) menjadi 2,00 hingga 2,25 persen," kata bank sentral dalam sebuah pernyataan setelah mengakhiri pertemuan dua hari.

The Fed mengatakan pasar tenaga kerja AS telah terus menguat. Kegiatan ekonomi telah meningkat pada tingkat yang kuat dengan belanja rumah tangga dan investasi tetap atau investasi modal bisnis tumbuh 'kuat'.

Bank sentral pada Rabu (26/9) juga menghapus kalimat 'sikap kebijakan moneter tetap akomodatif' dari pernyataannya. Namun, Ketua The Fed Jerome Powell mengecilkan arti penting dari perubahan ini.

"Ini tidak menandakan perubahan dalam jalur kebijakan. Sebaliknya, itu adalah tanda bahwa kebijakan berjalan sesuai dengan harapan kami," Powell mengatakan pada konferensi pers Rabu (26/9).

Pejabat-pejabat Fed memperkirakan satu kenaikan suku bunga lagi tahun ini, menurut perkiraan median untuk suku bunga federal fund. Sebagian besar pelaku pasar memperkirakan bahwa bank sentral akan menaikkan suku bunga lagi pada pertemuan kebijakan Desember.

Sementara menonjolkan nada optimis tentang pertumbuhan ekonomi AS secara keseluruhan, Powell juga mengakui kekhawatiran perdagangan di kalangan pebisnis Amerika. "Kami telah mendengar paduan kekhawatiran yang meningkat dari para pelaku bisnis di seluruh negeri tentang gangguan rantai pasokan, biaya material meningkat," katanya.

Ia menambahkan pejabat-pejabat The Fed khawatir tentang hilangnya kepercayaan bisnis dan kemungkinan reaksi pasar keuangan terhadap perkembangan perdagangan yang tidak terduga.

Di bawah kebijakan proteksionis 'America First', pemerintahan Trump telah memberlakukan tarif tinggi pada berbagai produk impor senilai ratusan miliar dolar AS. Hal ini memicu penentangan yang kuat dari komunitas bisnis domestik dan tindakan-tindakan balasan dari para mitra perdagangan AS.

"Saya pikir jika ini, mungkin secara tidak sengaja, pergi ke tempat di mana kita memiliki tarif tinggi untuk waktu yang lama, dunia yang lebih proteksionis, itu akan berdampak buruk bagi ekonomi Amerika Serikat, dan bagi pekerja dan keluarga Amerika, dan juga untuk negara-negara lainnya," kata Powell.

Pengumuman pada Rabu (26/9), menandai kenaikan suku bunga The Fed kedelapan dari siklus pengetatan yang dimulai Desember 2015. Ini merupakan langkah ketiga di bawah Powell yang mengambil kemudi bank sentral pada Februari.

Kenaikan suku bunga juga datang setelah Presiden AS Donald Trump baru-baru ini mengeluh bahwa dia 'tidak senang' oleh kebijakan pengetatan Fed. Ketika dinominasikan oleh Trump untuk mengepalai bank sentral, Powell berjanji bahwa The Fed akan tetap independen secara politik.

"Kami mempertimbangkan pemikiran terbaik, teori terbaik, dan bukti terbaik . Kami tidak mempertimbangkan faktor politik atau hal-hal seperti itu," katanya.

Baca juga, Dolar AS Menguat Setelah The Fed Naikkan Suku Bunga

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement