REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Presiden Turki Tayyip Erdogan mendesak Jerman untuk menyatakan gerakan Fethullah Gulen yang dianggap Turki melancarkan percobaan kudeta pada 2016 sebagai organisasi teroris.
Desakan itu diungkapkan pada Kamis malam (27/9) menjelang lawatannya ke Jerman. Permintaan Erdogan tertuang dalam sebuah artikel yang diterbikan surat kabar Frankfurter Allgemeine.
Jerman sejauh ini mengatakan pihaknya perlu mendapat lebih banyak bukti bahwa jaringan para pendukung Gulen, ulama yang bermukim di Amerika Serikat, itu melakukan percobaan kudeta untuk menggulingkan pemerintah Turki. Turki menyebut jaringan tersebut sebagai Organisasi Teroris Aliran Gulen (FETO).
Jerman harus "mengakui bahwa FETO bertanggung jawab atas percobaan pemberontakan itu, seperti yang telah dilakukan Inggris," tulis Erdogan dalam sebuah artikel yang diterbitkan pada Rabu di laman surat kabar tersebut.
Penolakan Jerman untuk mengekstradisi personel-personel militer Turki telah membuat Ankara marah. Para personel yang mengajukan suaka itu dituduh Turki ikut serta melakukan percobaan kudeta.
Berlin mengkhawatirkan nasib puluhan ribu orang yang dipenjara dalam tindak kekerasan, yang juga dialami oleh puluhan warga negara Jeman. "Kita berusaha mencapai tujuan dalam meningkatkan hubungan perdagangan dan ekonomi kita," tulis Erdogan.
"Demi kesejahteraan dan masa depan kedua negara kita, mari kita tingkatkan kepentingan-kepentingan bersama dan menurunkan permasalahan kita."
Kunjungan kenegaraan Erdogan ke Jerman dilangsungkan ketika perekonomian Turki berada dalam krisis. Dalam lawatannya itu, ia akan melakukan pertemuan dengan Kanselir Jerman Angela Merkel.
Utang luar negeri Turki telah mengalami peningkatan karena kemerosotan mata uang lira sebesar 40 persen tahun ini. Keadaan itu memburuk setelah Presiden AS Donald Trump menerapkan sejumlah sanksi pembalasan atas penahanan seorang pendeta AS oleh Turki.
Turki dan Jerman membantah perkiraan bahwa Turki akan meminta bantuan keuangan dari Jerman ataupun Uni Eropa. Namun, pemulihan hubungan bisa membuka peluang investasi berharga dari para perusahaan Jerman, yang terhambat oleh gejolak di Turki belakangan ini.
Jerman juga terikat dengan Turki melalui ketergantungannya pada Ankara untuk membendung gelombang para pengungsi perang Suriah agar kejadian pada 2015 tidak terulang. Pada tahun itu, jutaan pendatang tiba di Jerman hingga mengguncang dunia politik Eropa serta melemahkan posisi Merkel.