REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ustaz dan mubaligh yang berdakwah di luar negeri harus membawa misi kebangsaan. “Memastikan para dai yang ke sana membawa misi kebangsaan, selain soal keagamaan,” kata Ketua Komisi Dakwah Majelis Ulama Indonesia (MUI) Cholil Nafis kepada Republika.co.id, Kamis (27/9).
Menurut dia, apabila ustaz dan mubaligh yang dikirim hanya membawa misi keagamaan, tanpa ciri khas Islam Indonesia, tentu saja rugi. Indonesia terkenal memiliki kelebihan dengan paham keagamaan yang toleran.
“Keagamaan yang toleran itu yang perlu dikembangkan,” ujar dia.
Karena itu, Cholil mengusulkan program pengiriman mubaligh ke luar negeri harus berkoordinasi dengan MUI setempat. Tujuannya, agar dakwah yang dilakukan dai di luar negeri, berkaitan dengan kegiatan keagamaan yang digaungkan pemerintah.
Terkait kemampuan ustaz dan mubaligh di Indonesia, Cholil mengklasifikasikan dalam tiga tingkatan, yakni lokal, nasional, dan internasional. Ia menjabarkan, tingkat lokal memiliki wawasan dan gerakan keagamaannya di tingkat daerah. Sementara tingkat nasional, dia harus memiliki kemampuan keagamaan dan wawasan tingkat nasional.
Kemudian untuk tingkat internasional, dai tersebut harus mengerti gerakan Islam internasional dan global. Karena itu, agar tidak sia-sia maka harus berkoordinasi dengan MUI setempat.
“Barangkali MUI pusat juga bisa memberikan arahan, atau ada pembekalan yang memadahi sebelum berangkat,” kata dia.
Gubernur Jawa Barat (Jabar) Ridwan Kamil dalam waktu dekat akan meluncurkan program pelatihan bahasa Inggris bagi ulama dan ustaz di Jabar. Menurutnya, setelah menguasai bahasa Inggris, mereka akan dikirim ke beberapa negara di Eropa dan Amerika untuk berdakwah.