REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Rosan P Roeslani menuturkan, para pengusaha sudah memprediksi keputusan Bank Sentral Amerika Serikat (AS) The Federal Reserve untuk meningkatkan suku bunga acuan (Fed Fund Rate/FFR) sebanyak 25 basis poin (bps) menjadi 2 sampai 2,25 persen. Ia juga memperkirakan, kenaikan akan kembali terjadi sekali lagi sampai akhir tahun.
Rosan menjelaskan, kenaikkan suku bunga acuan ini berdampak terhadap beban biaya para pengusaha. Untuk mengantisipasinya, dibutuhkan strategi jangka panjang dan komprehensif.
"Kalau hanya memperhatikan jangka pendek, istilahnya kita hanya menurunkan panas, bukan mengobati penyakit utama," tuturnya ketika ditemui usai konferensi tahunan US-Indonesia Investment Summit di Jakarta, Kamis (27/9).
Salah satu strategi yang sempat disampaikan Rosan adalah mencari alternatif pembiayaan lainnya, termasuk melalui pasar modal. Jadi, pengusaha tidak hanya fokus pada perbankan dan bergantung pada suku bunga acuan ini.
Rosan menambahkan, untuk investor, sikap terhadap dampak kenaikan suku bunga acuan harus melihat kondisi permintaan dan penyediaan beberapa bulan ke depan. Apabila permintaan menurun, berarti investasi harus ditahan terlebih dahulu.
"Kalau sudah kembali baik, baru investasi lagi," ujarnya.
Tidak hanya pengusaha, Rosan menambahkan, pemerintah juga harus merespon kebijakan ini dengan hati-hati. Apalagi, kemarin mata uang rupiah sempat kembali melemah.
Bank Indonesia sebagai pengambil kebijakan harus membuat langkah yang di satu sisi mampu menjaga stabilitas mata uang, dan di sisi lain mampu mendorong supaya perekonomian tetap berkembang.
Rosan menjelaskan, pemerintah bersama Bank Indonesia harus memiliki kebijakan yang komprehensif dan jangka panjang. Khususnya, dalam menghadapi kondisi di luar kontrol seperti The Fed dan spekulan. "Ini yang harus lebih diantisipasi," ucapnya.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menilai kenaikan suku bunga acuan pasti akan berdampak terhadap negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Sebab, negara berkembang sudah menikmati kebijakan longgar dari Amerika Serikat dalam jangka waktu yang cukup lama. Efeknya, ketika ada pengetatan, maka tentu akan memberikan dampak.
Tapi, Sri optimistis Indonesia mampu bertahan di tengah ketidakpastian global. Sebab, pemerintah sudah terbilang cepat mengambil kebijakan untuk menyesuaikan keadaan global. "Kami tahu, Indonesia akan selamat dari berbagai goncangan global," ujarnya.
Sebelumnya, Bank Sentral Amerika Serikat, Federal Reserve, Rabu (26/9), menaikkan suku bunga jangka pendeknya sebesar seperempat persentase atau 25 basis poin. Ini merupakan kenaikan suku bunga ketiga tahun ini dan langkah kedelapan sejak akhir 2015.