Jumat 28 Sep 2018 12:56 WIB

PBB Bentuk Lembaga Khusus Investigasi Genosida Rohingya

Militer Myanmar bertanggungjawab atas tindakan kekerasan terhadap Rohingya.

Rep: Lintar Satria / Red: Nur Aini
Pegungsi Rohingya menjual sayuran kamp pengungsi Kutupalong, Bangladesh,
Foto: Altaf Qadri/AP
Pegungsi Rohingya menjual sayuran kamp pengungsi Kutupalong, Bangladesh,

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Dewan Hak Asasi Manusia (HAM) PBB membentuk sebuah lembaga internasional yang bertugas untuk mengumpulkan fakta dan bukti serta menyiapkan dokumen kasus kekejaman militer Myanmar terhadap etnis minoritas Rohingya. Militer Myanmar telah diduga melakukan genosida atau pembersihan etnis terhadap suku muslim Rohingya.

"Ini merupakan pukulan keras terhadap budaya kekebalan hukum yang mendalam di Myanmar dan menggerakkan para korban dapat melihat lebih dekat para Jendral Myanmar bertanggungjawab," kata Direktur Human Rights Watch John Fisher, seperti dilansir dari Time, Jumat (28/9).

Pembentukan lembaga baru ini menjadi langkah besar untuk membawa para jenderal Myanmar mempertanggungjawabkan perbuatan mereka. Petinggi militer Myanmar bertanggungjawab atas tindakan kekerasan yang menyebabkan lebih dari 700 ribu etnis Rohingya meninggalkan tanah kelahiran mereka.

Etnis Rohingnya banyak yang mengungsi di perbatasan Banglades sejak Agustus tahun lalu. HRW melaporkan militer Myanmar telah melakukan pembunuhan, perampasan, dan pemerkosaan kepada suku minoritas tersebut.

Sebanyak 35 dari 47 anggota Dewan HAM PBB memilih setuju pembentukan lembaga baru ini. Sementara tiga anggota menolak dan tujuh sisanya abstain. Mereka memutuskan untuk membuat investigasi yang mengumpulkan, mengkonsolidasikan, dan menganalisis bukti kejahatan internasional yang dilakukan oleh Myanmar sejak tahun 2011.

Lembaga itu juga akan menyiapkan dokumen untuk memfasilitasi dan mempercepat proses peradilan. Resolusi bersama tersebut awalnya diajukan oleh Organisasi Kooperatif Islam (OIC) dan Uni Eropa. Resolusi itu muncul setelah ada laporan dari tim Pencari Fakta PBB yang didirikan oleh Dewan HAM PBB untuk menginvestigasi kekerasan terhadap etnis Rohingya ini.

Laporan tersebut mengungkapkan tindakan militer Myanmar yang diniatkan untuk melakukan genosida. Laporan tersebut juga meminta beberapa jendral Myanmar untuk dibawa ke Pengadilan Kejahatan Internasional (ICC).

Myanmar menolak temuan tersebut. Mereka mengaku negara tersebut tidak memiliki toleransi terhadap pelanggaran HAM. Departemen Luar Negeri AS juga merilis laporan mereka sendiri.

"Ekstrem, berskala besar, menyebar dan tampaknya diarahkan meneror dan mengusir warga Rohingya," gambaran kekejian militer Myanmar dalam laporan AS tersebut. Tapi Departemen Luar Negeri AS tidak menyatakan kekejaman militer Myanmar tersebut sebagai genosida. Resolusi Dewan HAM PPB itu memperluas mandat Misi Pencari Fakta. Mereka juga meminta adanya mekanisme baru untuk berkoordinasi dengan ICC.

Pada awal bulan ini, ICC memutuskan mereka memiliki jurisdiksi untuk menginvestigasi deportasi etnis Rohingya ke Banglades. Jaksa Kepala ICC juga meluncurkan pemeriksaan awal untuk persoalan tersebut.

Perdana Menteri Bangladesh Shiekh Hasina mengkritik Myanmar dan menuntut solusi jangka panjang dan damai untuk lebih dari 1 juta warga Rohingya yang mengungsi. Hal itu Hasina katakan di Sidang Umum PBB.

"Kami terkejut dengan apa yang kami lihat di laporan PBB tentang kekejaman terhadap Rohingya yang kini berlindung di Bangladesh, kekejaman yang sama saja dengan genosida dan kejahatan kemanusiaan, kami berharap pada masyarakat internasional, terutama PBB, untuk memberikan perhatian penting terhadap kekejaman dan ketidakadilan yang diderita populasi Rohingya di Myanmar," kata Hasina.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement