REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Presiden Palestina Mahmoud Abbas menyerukan PBB dan masyarakat internasional mengutuk Undang-Undang (UU) Negara Bangsa Yahudi Israel. Ia menilai, UU tersebut mengandung nilai-nilai rasialis dan apartheid.
"UU itu menyangkal hubungan rakyat Palestina dengan tanah air bersejarah mereka dan mengabaikan hak mereka untuk menentukan nasib sendiri dan sejarah serta warisan mereka,” kata Abbas ketika berpidato di sidang Majelis Umum PBB, seperti dikutip laman kantor berita Palestina, WAFA, pada Kamis (27/9).
Menurut Abbas, UU Negara Bangsa Yahudi telah melanggar resolusi PBB yang relevan dengan masalah Palestina. Di sisi lain, UU itu pun menyisihkan perjanjian yang telah disepakati antara Palestina dan Israel.
“UU itu, mau atau tidak mau, mengarah pada penciptaan satu negara rasialis, negara apartheid, dan membatalkan solusi dua negara,” katanya.
Baca juga, Indonesia Kecam UU Negara Bangsa Yahudi.
Ia mengatakan, UU Negara Bangsa Yahudi mendiskriminasi warga Palestina-Arab di Israel yang menjadi 20 persen dari populasi negara tersebut. UU itu pun mengenyahkan hak orang-orang non-Yahudi lainnya yang bermigrasi ke Israel. UU tersebut menghapus hak mereka semua sebagai warga negara dan memberi keeksklusifan kepada Yahudi.
“UU ini merupakan pelanggaran berat dan bahaya nyata, baik secara politik dan hukum, dan mengingatkan kita pada negara apartheid yang ada di Afrika Selatan. Karena itu, kami menolak dan mengutuknya dalam istilah yang paling kuat,” kata Abbas.
Ia menyerukan masyarakat internasional menolak dan mengutuk UU Negara Bangsa Yahudi sebagai produk hukum yang rasialis, ilegal, dan batal demi hukum. “Sama seperti PBB mengutuk apartheid Afrika Selatan dalam beberapa resolusi di masa lalu,” ucapnya.
Pada 19 Juli, parlemen Israel (Knesset) mengesahkan Undang-Undang Negara Bangsa Yahudi. Dengan UU tersebut, Israel mendeklarasikan dirinya sebagai tanah air bagi kaum Yahudi. UU itu pun tak pelak menuai kecaman karena dianggap rasialis dan mempromosikan kebijakan apartheid.
UU yang memiliki kedudukan mirip konstitusi itu juga dikhawatirkan akan memperluas aneksasi Israel atas tanah Palestina di wilayah pendudukan, yakni di Tepi Barat dan Yerusalem Timur. Sebab, UU itu menyebut perluasan permukiman Yahudi merupakan sebuah nilai nasional.