REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Arab Saudi menuntut permintaan maaf dari Kanada atas seruan Ottawa membebaskan para aktivis hak perempuan Saudi. Saudi juga meminta Kanada berhenti memperlakukan kerajaan sebagai 'republik pisang' atau republik yang pemerintahannya tidak stabil.
"Kami tidak ingin menjadi bagian dari permainan politik Kanada. Carilah yang lain untuk dimainkan," ujar Menteri Luar Negeri Saudi, Adel al-Jubeir pada pertemuan Dewan Hubungan Luar Negeri di New York seperti dilansir laman Aljazirah, Jumat (28/9). "Sangat mudah memperbaikinya. Minta maaf dan katakan negara kalian membuat kesalahan," tambah dia.
Pada Agustus, atas perselisihan kedua negara, Saudi membekukan perdagangan dengan Kanada dengan memblokir impor gandum, mengusir duta besar Kanada di Saudi dan memerintahkan semua mahasiswa Saudi pulang.
Hal itu menyusul sikap Ottawa menyerukan pembebasan aktivis yang ditahan di Saudi karena mendesak lebih banyak hak bagi permpuan di kerajaan. Menteri luar negeri Saudi menyebut kritik Kanada terhadap penangkapan aktivis sudah keterlaluan.
Baca juga, Arab Saudi Bekukan Aktivitas Perdagangan dengan Kanada.
"Kami menuntut pembebasan segera dan kemerdekaan Quebec, pemberian hak yang setara untuk orang Indian Kanada... Anda dapat duduk dan membicarakannya, tetapi menuntut pembebasan segera (dari Saudi)? Apa kita, republik yang tak stabil? Akan negara mana saja menerimanya? Tidak! Kami tidak," ujarnya.
Menteri Luar Negeri Kanada, Chrystia Freeland berharap bertemu al-Jubeir di sela-sela sidang majelis umum PBB ke73 di New York guna membahas perselisihan. Namun pertemuan itu tak pernah terjadi.
Kementerian luar negeri Kanada, dalam sebuah kicauan mengaku "sangat prihatin" tentang penahanan aktivis di kerajaan itu, termasuk Samar Badawi.
Samar Badawi merupakan saudara perempuan Rai Badawi, seorang aktivis hak asasi manusia yang dijatuhi hukuman 10 tahun penjara pada 2014 atas tuduhan menghina Islam. Istri dan anak-anaknya merupakan warga negara Kanada yang dinaturalisasi.
Freeland mengatakan, Ottawa tidak akan mengubah posisinya dengan membela hak asasi manusia. "Kami merasakan kewajiban tertentu bagi perempuan yang berjuang untuk hak-hak mereka di seluruh dunia," katanya.