Jumat 28 Sep 2018 18:57 WIB

Filipina Pindahkan Sidang Pelanggaran HAM di New York

Perusahaan minyak diduga melanggar HAM yang menyebabkan perubahan iklim.

Red: Nur Aini
Topan Haiyan porak-porandakan Filipina.
Foto: AP Photo/Aaron Favila
Topan Haiyan porak-porandakan Filipina.

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Komisi hak asasi manusia Filipina membuka sidang di New York pada Kamis (28/9) terhadap dugaan perusahaan minyak melanggar hak asasi manusia yang menyebabkan perubahan iklim. Sidang itu diharapkan menarik perhatian pemimpin dunia, yang bertemu di PBB.

Penyintas topan pada 2013 meminta komisi itu menilai tanggung jawab perusahaan minyak atas pemanasan alam buatan manusia, yang terkait dengan cuaca berlebihan, seperti, badai dan topan. Sidang pada Kamis itu, pertama kali diadakan di luar negeri, dibuka di sisi sidang tahunan pemimpin dunia di Majelis Umum PBB.

"Ini lambang," kata Roberto Eugenio Cadiz, ketua komisi mandiri, kepada Thomson Reuters Foundation. Komisi itu diamanatkan hukum Filipina untuk menyelidiki pelanggaran hak asasi.

Tuduhan itu diajukan korban topan Haiyan, yang menewaskan ribuan orang pada 2013. Tuduhan itu juga diajukan oleh lebih dari selusin lembaga, seperti, pegiat lingkungan Greenpeace Asia Tengara, terhadap 47 perusahaan bahan bakar fosil. Perusahaan itu termasuk raksasa Exxon Mobil Corp, Royal Dutch Shell plc, Chevron Corp, Total dan BP plc. Tidak satupun dari mereka menjawab permintaan untuk memberikan tanggapan.

Tidak satupun dari 47 perusahaan bahan bakar itu memenuhi undangan ikut dalam upaya tersebut, kata Cadiz, meskipun beberapa di antaranya menentang yurisdiksi lembaga tersebut atas masalah itu.

Sidang itu diadakan dalam ruang pertemuan usaha, dengan kursi kosong diperuntukkan bagi perusahaan minyak, yang tidak mengirim wakil. Negara kepulauan Filipina, dengan sekitar 36 ribu kilometer garis pantai, dihancurkan topan ganas Samudera Pasifik, yang menyebabkan banjir parah.

Pada Kamis, Cadiz mempertanyakan Brenda Ekwurzel, penulis utama penelitian diterbitkan dalam jurnal ilmiah Perubahan Iklim, yang mengukur iuran emisi gas rumah kaca kepada pemanasan alam oleh negara industri dan berkembang. Katharina Rall, peneliti pengawas Human Rights Watch, menyatakan temuan komisi itu akan sangat mempengaruhi perkara masa depan terhadap perusahaan minyak atas peran mereka dalam perubahan iklim.

"Itu bisa sangat berarti bagi jutaan orang di seluruh dunia," katanya kepada Thomson Reuters Foundation.

Dalam beberapa tahun belakangan, semakin banyak tuntutan perdata di seluruh dunia terhadap perusahaan minyak atas konstribusi mereka pada perubahan iklim, yang merusak prasarana dan masyarakat pesisir. Di Amerika Serikat, sekitar 20 tuntutan hukum iklim diajukan setiap tahun. Sementara di tempat lain, tigapuluhan tuntutan diajukan dalam 15 tahun belakangan, kata Business & Human Right Center, yang berbasis di Inggris.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement