REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Betapa banyak hamba yang ikhlas dalam amalnya dan tidak berniat untuk riya. Dia bahkan membenci dan menolak riya serta menyempurnakan amalnya sedemikian rupa.
Namun, manakala orang melihatnya, itu membuatnya bergembira serta senang. Hatinya pun lebih bersemangat dalam beribadah.
Imam al-Ghazali menjelaskan, kegembiraan ini menunjukkan adanya riya samar-samar yang menyebabkan timbulnya rasa gembira itu. Seandainya dia tidak menoleh hati kepada manusia, kegembiraannya tidak akan timbul ketika dilihat oleh orang lain.
Sungguh telah tinggal di dalam hatinya serupa bara api pada batu dan penglihatan orang lain membuat riya ini tampak dengan jejak berupa kegembiraan dan kesenangan.
Apabila dia merasakan lezatnya kegembiraan itu akibat dilihat oleh orang lain dan tidak meng hadapinya dengan kebencian, jadilah itu sebagai makanan pokok dan nutrisi bagi kekuatan riya yang samar ini.
Dengan begitu, timbul gerakan yang samar dalam jiwanya. Gerakan itu pun mencetuskan tindakan yang samar pula untuk memaksakan alasan supaya ia memperlihatkan amal kepada manusia dengan bahasa kiasan atau bahasa tubuh. Contohnya, merendahkan suara dan menampakkan bekas air mata.
Riya yang lebih samar lagi yakni ketika seseorang menyembunyikan ibadahnya karena tak ingin dilihat orang lain. Dia pun tidak merasa gembira dengan ibadahnya yang tampak.
Namun, apabila bertemu dengan orang lain, dia menginginkan mereka menyambutnya dengan hangat dan hormat. Dia ingin mereka memujinya dan membantu segala keperluannya.
Hatinya pun menginginkan mereka memberi ke longgaran dalam jual beli serta melapangkan tempat untuknya.Apabila perlakuan seseorang kurang menghargainya, dia ingin menjauhi orang itu. Seakan-akan, ia menuntut penghormatan karena ada nya ketaatan yang disembunyikannya.