REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jurnalis memiliki tugas dan tanggung jawab mengabarkan segala informasi, termasuk informasi terkait bencana alam. Ketua Umum Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Yadi Hendriana mengimbau kepada seluruh jurnalis televisi dalam meliput bencana harus berpegang teguh pada Kode Etik Jurnalistik (KEJ) serta Pedoman Perilaku Penyiaran Standar Program Siaran (P3SPS).
"Tidak mengeksploitasi visual korban bencana dengan menayangkan secara berulang-ulang, terutama visual tsunami yang ditayangkan dalam filler," kata Yadi dalam keterangan tertulis yang diterima Republika.co.id, Ahad (30/9).
Selain itu, Yadi juga mengimbau kepada jurnalis yang meliput bencana alam untuk menjaga sopan santun, etika, dan empati pada korban saat meliput di lokasi bencana. Dalam peliputan bencana alam, menurutnya, tugas jurnalis adalah menggali, mendapatkan, dan menyebarkan informasi yang terverifikasi dari lokasi bencana terutama tentang jaminan hidup, keamanan, dan optimisme penanganan dari pemerintah untuk korban, serta informasi keluarga.
"Sajikan informasi yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan menjadi rujukan bagi pemerintah untuk mengambil keputusan tepat dalam penanganan korban gempa tsunami," kata Yadi.
Yadi menambahkan, jurnalis perlu berhati-hati pada saat melakukan wawancara live terutama wawancara dengan korban dan tetap memegang teguh etika. Informasi yang disajikan diharapkan informasi yang bisa menumbuhkan semangat bagi korban gempa untuk bangkit pasca-bencana.
Jurnalis juga diharapkan ikut mengawasi dan mengawal kebijakan pemerintah dalam penanganan korban pasca-gempa sehingga efektif dan tepat sasaran. "Bagi jurnalis yang sedang bertugas di lokasi bencana harap mengutamakan keselamatan diri (safety first)," ujar Yadi.