REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) tengah melakukan pembahasan kenaikan harga rumah subsidi. Pembahasan masih dilakukan di taraf teknis.
Direktur Jenderal Pengadaan Perumahan Khalawi Abdul Hamid mengatakan, pembahasan berada di Ditjen Pengadaan Perumahan, Ditjen Pembiayaan dan institusi terkait.
"Belum ada kesimpulan dan kebijakan," katanya kepada Republika.co.id, Ahad (30/9).
Ia mengatakan, pembahasan tim teknis Kementerian PUPR telah berjalan selama dua bulan melibatkan lintas sektor diantaranya Kementerian Keuangan, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/ Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Bappenas dan Perbankan.
Ia menjelaskan, Real Estate Indonesia (REI) mengusulkan adanya kenaikan harga rumah subsidi berkisar antara 7,5 persen hingga 10 persen per tahun. Sebelumnya kenaikan hanya di angka 5 persen per tahun.
REI mengusulkan kenaikan harga berdasarkan analisa harga yang diperoleh dari semua daerah, dirangkum menjadi satu harga yang paling ideal. Sebelumnya Ketua REI Soelaeman Soemawinata meminta kenaikan harga rumah subsidi karena kendala dan situasi di tiap daerah yang berbeda.
Seperti diketahui, kondisi lahan di tiap daerah berbeda dari tanah keras, tanah sawah, tanah rawa, tanah lempung dan lainnya. Hal ini berdampak pada perbedaan biaya untuk pematangan lahannya juga beragam.
Begitu juga dengan ketersediaan material bangunan yang berbeda di setiap daerah. Dengan begitu, pengembang di daerah mampu mengembangkan hunian yang lebih berkualitas untuk masyarakat.