REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyebutkan pemerintah memutuskan menerima bantuan internasional untuk melakukan penanganan pascagempa dan tsunami di Sulawesi Tengah (Sulteng). Meski begitu, pemerintah akan selektif dalam menerima bantua.
Kepala Pusat Data Informasi dan Hubungan Masyarakat BNPB Sutopo Purwo Nugroho mengatakan, Presiden Joko Widodo sudah menyampaikan kepada Menteri Luar Negeri Retno Marsudi untuk menerima bantuan internasional sesuai kebutuhan. Karena itu, negara sahabat yang sudah menawarkan bantuan untuk penanganan di Sulteng dipersilakan.
Menurut dia, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto sudah ditunjuk sebagai koordinator dalam penerimaan bantuan internasional. "Arahan Menko Polhukam, bantuan harus selektif. Kita fokus pada negara yang menawarkan dan memiliki kapasitas," kata dia saat konferensi pers di Graha BNPB, Jakarta Timur, Senin (1/10).
Sutopo menegaskan, pemerintah bukan meminta bantuan internasional, melainkan menerima dari negara atau masyarakat internasional. Saat ini, BNPB bersama Kemenlu tengah menyiapkan mekanisme dan prosedur penerimaan bantuan sesuai dengan peraturan yang ada.
Ia menjelaskan, ada enam jenis bantuan yang dibutuhkan, di antaranya alat angkut udara untuk landas pacu 2.000 meter, tenda pengungsi, water treatment, genset, rumah sakit lapangan dan tenaga medis, serta fogging. "Di luar itu tidak dibatasi tapi betul-betul diperlukan. Detailnya masih dibahas BNPB dan Kemenlu," kata dia.
Berdasarkan data BNPB, ada delapan negara atau institusi yang sudah menawarkan bantuan. Delapan negara itu antara lain Australia, Amerika Serikat, Maroko, Singapura, dan Turki, yang jenis bantuannya tak disebutkan. Sementara Korea Selatan akan membantu dana sebesar 1 juta dolar AS, Uni Eropa Rp 25 miliar, dan Cina 200 ribu dolar AS.
Menurut Sutopo, BNPB sedang menyiapkan formulir bantuan. Sementara Kemenlu akan menyebarkan informasi, khusus kepada nengara yang menawarkan. Proses registrasi dan koordinasi bantuan internasional itu akan dibantu oleh AHA Centre. "Kemudian nanti diatur hingga sampai masyarakat yang ada di sana," kata dia.
Menurut dia, dampak gempa di Sulteng lebih besar daripada di Lombok, sehingga pemerintah memutuskan menerima bantuan internasional. Apalagi, lanjutnya, gempa juga disusul dengan tsunami. Ia memperkirakan, jumlah korban akan terus bertambah selama proses evakuasi.
Selain itu, tingkat kesulitan penanganan di Sulteng dinilai lebih tinggi. "Masyarkaat internasional juga menyampaikan ingin membantu, makanya kita terima. Semua yang menetapkan adalah Presiden berdasarkan masukan menteri terkait," kata dia.
Sutopo mengatakan, dalam penanganan bencana Indonesia sudah beberapa kali menerima bantuan internasional. Ia menjelaskan, bantuan internasional pernah diterima saat terjadi gempa dan tsunami di Aceh (2004), gempa Yogyakarta (2006), gempa Padang (2009), juga saat erupsi Gunung Merapi (2010).
Meski begitu, menurut dia, status kebencanaan tak perlu dinaikan mejadi bencana nasional. Pasalnya, kondisi pemerintahan tidak lumpuh total seperti saat gempa dan tsunami menerjang Aceh (2004). "Memang perlu didampingi. Tapi dengan potensi yang ada masih bisa ditangani, tak perlu status bencana nasional," kata dia.