Senin 01 Oct 2018 18:49 WIB

Buoy Tsunami Rusak Sejak 2012 karena Aksi Vandalisme

Pendanaan untuk bencana kian menurun dari tahun ke tahun

Rep: Rr Laeny Sulistyawati/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Tim SAR berusaha mengevakuasi korban yang masih tertimbun reruntuhan di Hotel Roaroa, Palu, Sulawesi Tengah, Senin (1/10).
Foto: Antara/Basri Marzuki
Tim SAR berusaha mengevakuasi korban yang masih tertimbun reruntuhan di Hotel Roaroa, Palu, Sulawesi Tengah, Senin (1/10).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengakui penanda yang dipasang di laut sebagai alat untuk mengamati tsunami (buoy) rusak sejak 2012 akibat aksi vandalisme.

Kepala Pusat Data, Informasi, dan Hubungan Masyarakat BNPB Sutopo Purwo Nugroho mengatakan, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) punya permodelan untuk mendeteksi tsunami kemudian bisa langsung bisa memperkirakan kapan tsunami menghantam. 

Baca Juga

"Tetapi buoy rusak dan tidak beroperasi sejak 2012. Kalau menurut kajian Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), buoy rusak karena vandalisme, misalnya lampunya yang kedap-kedip diambil," katanya saat konferensi pers update gempa dan tsunami Sulteng, di Jakarta Timur, Senin (1/10).

Disinggung apakah buoy perlu diperbaiki atau diganti, Sutopo mempersilakan media bertanya pada BPPT. Kendati demikian, ia menegaskan bahwa buoy hanya sebagai salah satu alat untuk meyakinkan terjadi tsunami.

Sebelumnya, Sutopo menyebut buoy tsunami di Indonesia sudah tidak ada yang beroperasi. "Sampai sekarang ya tidak ada buoy tsunami," kata dia.

Buoy tsunami, kata Sutopo, diperlukan untuk memastikan akan adanya tsunami atau tidak. Alat tersebut menjadi salah satu bagian dalam sistem peringatan dini terjadinya tsunami. Di mana di Indonesia yang mengkoordinasikan tsunami early warning system adalah Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG). 

"Mengapa dari 2012 sampai sekarang belum diadakan? Ya mungkin sangat terkait dengan asal pendanaan," jelas Sutopo.

Ia menjelaskan, jika melihat ke pendanaan untuk mitigasi bencana, jumlahnya terus menurun setiap tahunnya. Pernah, Sutopo menjelaskan, pendanaan untuk itu hampir mendekati Rp 2 triliun. Sedangkan untuk saat ini hanya sebesar Rp 700 miliar.

Hal itu pun disebut menjadi salah satu kendala dalam melakukan mitigasi dan penanggulangan bencana. "Nah ini jadi kendala, di satu sisi ancaman bencana meningkat, masyarakat yang terpapar, teresiko, semakin meningkat, kejadian bencana meningkat. Tetapi anggaran untuk menanggulangan bencana setiap tahun yang ada di BNPB mengalami penurunan," terang dia.

Sutopo pribadi menilai, Indonesia sangat memerlulan buoy tsunami tersebut, mengingat panjangnya garis pantai yang dimiliki negara ini. Dengan fakta tersebut, Indonesia menjadi salah satu wilayah yang rawan terjadinya tsunami.

Di lain sisi, pengetahuan masyarakat dalam pengantisipasian tsunami juga masih sangat minim. "Kita memerlukan deteksi tsunami yang ditempatkan di laut. Kalau buoy-nya terapung ternyata banyak mengalami vandalisme, banyak mengalami kerusakan," tutur dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement