REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Badan Pusat Statistik (BPS) merilis Kota Malang mengalami deflasi cukup tinggi selama September 2018. Deflasi ini dianggap terbesar jika dibandingkan dengan bulan-bulan sebelumnya.
Berdasarkan data BPS, Kota Malang mengalami deflasi sekitar 0,31 persen pada September 2018. Angka ini cukup menurun jauh jika dilihat dari presentase bulan sebelumnya yang mencapai 0,05 persen.
"Yang pasti deflasi kita lebih besar dari angka Jatim yang juga mengalami deflasi sekitar 0,01 persen. Ini karena ada beberapa kota/kabupaten di Jatim yang mengalami inflasi," kata Kasi Distribusi Statistik BPS Malang, Dwi Handayani saat ditemui wartawan di Kantor BPS, Sukun Kota Malang, Senin (1/10).
Jika dihitung inflasi kumulatif dari Januari hingga September, kata dia, Kota Malang sudah mencapai angka 1,62 persen. Menurut Dwi, angka ini masih sangat jauh dari target yang telah ditetapkan BPS sebelumnya, yakni 3,5 persen. Karena masih tertinggal tiga bulan ke depan, ia berharap, Kota Malang mengalami inflasi sewajarnya.
"Dan inflasi September tahun ini juga lebih rendah dibandingkan tahun lalu yang mencapai 0,05 persen," terangnya.
Menurut Dwi, deflasi Kota Malang dipengaruhi oleh banyaknya harga bahan makanan yang mengalami penurunan sekitar 1,17 persen. Namun kelompok yang paling signifikan mengalami situasi ini ada pada transportasi angkutan udara. Kelompok ini mengalami deflasi sebesar 0,76 persen selama September 2018.
Sementara inflasi di Kota Malang sendiri terjadi pada kelompok pendidikan dengan presentase sekitar 0,01 persen. Di bidang perumahan, kata dia, harga besi, beton dan semen mengalami kenaikan sehingga inflasinya sebesar 0,16 persen. Kelompok sandang berada di posisi inflasi karena emas dan perhiasan mengalami kenaikan di pasaran.
"Secara umum kelompok inflasi ini yang membuat deflasi kita tidak terlalu besar. Masih terbantu dengan adanya kelompok tersebut," kata dia.
Adapun dampak negatif dari deflasi, Dwi menilai, hal ini sebenarnya tidak memberikan pandangan buruk bagi masyarakat selaku konsumen. Mereka justru terlihat menerima dengan baik karena banyak harga komoditas mengalami penurunan. Kelompok yang paling merugi saat situasi ini justru dialami oleh para produsen karena tak mampu mendapatkan keuntungan besar.