REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pelaku usaha pakan ternak menyambut positif usul pemerintah agar industri pakan mendekatkan pabriknya ke sumber produksi jagung. Penasihat Gabungan Pengusaha Makanan Ternak, Sudirman, mengatakan pihaknya sedang mencoba ekspansi ke luar Pulau Jawa.
"Dibutuhkan setidaknya dua juta hingga tiga juta penduduk di daerah ekspansi, untuk memenuhi skala ekonomi satu pabrik pakan ternak," ujar Sudirman.
Sudirman mengungkapkan ada dua pabrik pakan yang akan dibangun di Kalimantan Selatan tahun depan. Lima tahun ke depan, ada tiga sampai empat pabrik baru akan dibangun di Sulawesi. Hingga kini, dari 91 pabrik pakan se-Indonesia, 66 pabrik di antaranya berada di Pulau Jawa.
Langkah pengusaha ini merespons usulan pemerintah yang mengimbau pelaku industri peternakan membangun sentra di sekitar pusat produksi jagung untuk menekan biaya logistik. Akibat jauhnya jarak sentra produksi jagung dengan pabrik pakan membuat harga bahan baku industri pakan tidak stabil.
Kementerian Pertanian (Kementan) mencatat realisasi produksi jagung nasional hingga Agustus 2018 mencapai 22,23 juta ton. Sementara kebutuhan jagung untuk pakan ternak berkisar 600 ribu sampai 800 ribu ton per bulan atau 7,2 juta-9,6 juta ton per tahun.
Direktur Jenderal (Dirjen) Tanaman Pangan Kementan Sumardjo Gatot Irianto mengatakan mayoritas jagung yang berlimpah berada di luar Pulau Jawa. "Sudah saatnya sentra peternakan bergerak mendekati pusat produksi jagung di luar Pulau Jawa," ujar dia.
Sentra produksi jagung diharapkan terintegrasi dengan pabrik pakan ternak dan peternakan. Gatot menyatakan integrasi sentra menunjang ketersediaan pasokan, keterjangkauan, dan tingkat kemampuan pembelian.
Impor jagung
Pemerintah menyampaikan imbauan itu menyusul keluhan pelaku usaha pakan dan peternakan ayam terhadap kenaikan harga jagung. Pemerintah pun dirayu untuk kembali membuka keran impor jagung.
Menurut Gatot, saat ini harga jagung memang naik. Namun pada Juni-Juli lalu harga jagung turun, tetapi petani sabar menunggu. Sekarang saatnya petani merasakan harga yang baik namun masih tergolong wajar.
"Dan ini terjadi parsial, tidak di semua wilayah. Jangan hanya dengar pengusaha yang minta keran impor dibuka, karena ada juga pabrik yang bilang stok masih cukup untuk produksi hingga akhir tahun," kata Gatot.
Anggota Komite II DPD RI Rahmiati Yahya juga menyampaikan keheranannya, dengan adanya keinginan sebagian kecil pengusaha agar pemerintah kembali membuka keran impor jagung. Padahal, produksi jagung sedang melimpah. Dia khawatir, jika keinginan impor jagung itu dipenuhi bisa menjadi polemik seperti halnya beras.
"Kita kan sudah ekspor jagung. Kemarin saja, dari Gorontalo ekspor sebanyak 70.150 ton jagung. Masak mau kembali impor. Saya kira enggak perlu," kata Rahmi di Jakarta.
Senator asal Gorontalo ini meminta para pengusaha lebih memerhatikan kesejahteraan petani dalam negeri dengan mengoptimalkan penyerapan jagung lokal. Jika terjadi kekurangan pasokan, para pengusaha sebaiknya mengambil dari sentra jagung yang surplus. Bukan malah minta impor.