REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- DI Yogyakarta merupakan provinsi yang memiliki potensi bencana alam cukup lengkap. Karenanya, masyarakat DIY memang harus memiliki kesiapan melakukan antisipasi-antisipasi jika terjadi bencana.
DIY merupakan provinsi yang memiliki alam sangat lengkap. Mulai gunung berapi, laut-laut ganas, dataran-dataran tinggi sampai sungai-sungai ada dan memiliki potensi bencana yang cukup tinggi.
Bencana alam mulai erupsi, banjir, laut pasang, sampai gempa bumi sudah menjadi langganan DIY. Karenanya, kesiapan masyarakat sesungguhnya bukan lagi kesiapan sampingan, tapi harus jadi kesiapan utama.
Belum lagi, lima kabupaten/kota yang ada memiliki potensi bencananya masing-masing. Datang hampir pasti setiap tahunnya, kondisi itu menuntut kesiapan masyarakat menanggulanginya.
Akhir tahun lalu, cuaca ekstrim yang terjadi membawa bencana banjir, longsor, sampai angin kencang. Tahun ini, mulai laut pasang, erupsi, sampai kekeringan harus dialami masyarakat DIY.
Dari Kota Yogyakarta, pemkot terus melakukan upaya-upaya mempersiapkan warga dalam mengantisipasi terjadinya bencana. Salah satunya, dengan membentuk Kampung Tangguh Bencana (KTB).
"Hidup bersama bencana membuat kita semua perlu meningkatkan keterampilan dan kemampuan agar terhindar dari risiko bencana," kata Wali Kota Yogyakarta, Haryadi Suyuti, usai meluncurkan KTB Mangkukusuman.
Haryadi menilai, kerentanan warga terhadap bencana bisa berakibat tidak adanya kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana. Terutama, lantaran faktor keterbatasan pemahaman tentang risiko-risiko bencana di lingkungannya.
KTB, lanjut Haryadi, bertujuan untuk mempersiapkan warga menghadapi bencana secara cepat dan tepat. Melalui pemberian pengalaman langsung, diharapkan akan ditemukan metode dan indikator penanganan bencana yang efektif dan efisien.
Dari sana, diharapkan warga benar-benar paham, mampu dan siap menghadapi bencana sesuai standar keselamatan yang tinggi. Terlebih, Kota Yogyakarta termasuk daerah yang memiliki kepadatan penduduk yang tinggi.
Belum lagi, masih banyak masyarakat yang tinggi di bantaran-bantaran sungai, yang menjadi salah satu faktor sulitnya evakuasi saat terjadi bencana. Untuk itu, Haryadi berharap KTB mampu menjadi contoh bagi kelurahan-kelurahan lain.
Ia turut mengapresiasi warga Kelurahan Baciro, Kecamatan Gondokusuman, dan elemen-elemen lain atas partisipasinya melatih penanggulangan bencana alam. Haryadi berharap, semangat itu menular ke masyarakat luas.
"Mengingat saat ini potensi bencana baik banjir, gempa bumi, tanah longsor, kebakaran, serta puting beliung sewaktu-waktu dapat terjadi," ujar Haryadi.
Senada, Kepala Pelaksana BPBD Kota Yogyakarta, Hari Wahyudi menilai, simulasi bertujuan melatih kepekaan masyarakat ketika menghadapi bencana. Sebab, inti simulasi membiasakan warga ketika bencana sewaktu-waktu terjadi.
Ia berpendapat, Kampung Tangguh Bencana memiliki fungsi yang sangat penting untuk mempersiapkan masyarakat. Menurut Hari, jika sudah terbiasa, masyarakat tentu akan lebih cepat bertindak jika terjadi bencana.
"Untuk membiasakannya perlu diadakan rutin, skala kecil-kecil saja, jika tidak bisa ditangani KTB akan dikoordinasikan dengan Pusdalop BPBD Kota Yogyakarta untuk penanganan lebih lanjut," kata Hari.
Simulasi tanggap bencana turut diselenggarakan Kabupaten Sleman di Sekolah Luar Biasa (YLB) Yapenas Condong Catur. Kegiatan itu merupakan Direktorat Pendidikan Khusus dan Layanan Khusus.
Kepala SLB Yapenas, Ngatna mengatakan, simulasi diikuti seluruh warga SLB dalam rangka meminimalisir dampak bencana di Kabupaten Sleman. Terutama, efek bencana ketika terjadi gempa bumi mengguncang Kecamatan Depok.
"Seluruh tim Sekolah Siaga Bencana sebelumnya sudah diberi materi dalam lokakarya kesiapsiagaan bencana selama dua bulan, hari ini prakteknya," ujar Ngatna.
Sebelum simulasi, SLB Yapenas sudah dibimbing dan diberi materi dan dibentuk sister school guna mengantisipasi sekolah yang roboh. Kabid Pendidikan Luar Biasa Dikpora DIY, Bahtiar Nur Hidayat berharap, kegiatan itu dapat berlanjut.
Sebab, ia merasa, kemampuan kesiapsiagaan bencana harus dilatih terus-menerus. Selain itu, Bahtiar berharap, kegiatan itu dapat ditiru sekolah-sekolah lain, khususnya yang ada di daerah rawan bencana.
"Walaupun tidak terjadi bencana, penyegaran dalam pelatihan juga dibutuhkan karena kesiapsigaan itu penting dan harus ada," kata Bahtiar.
Selain Kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman, simulasi tanggap bencana turut dilakukan BPBD DIY di Kabupaten Kulonprogo. Simulasi utamanya dilakukan untuk mengantisipasi kegagalan teknologi kebencanaan di Waduk Sermo.
Kepala Pelaksana BPBD DIY, Biwara Yuswantana mengingatkan, jika terjadi banjir diperkirakan terdampak ke 168.862 jiwa atau 33.772 kepala keluarga. Semua itu tersebar di Kecamatan Kokap, Pengasih, Nanggulan, dan Wates.
Dampaknya diperkirakan turut dirasakan Kecamatan Panjatan, Lendah, Galur, Temon, dan Sentolo. Biwara menekankan, walau saat ini kondisinya baik, kesiapsiagaan masyarakat perlu dilatih.
"Penting meningkatkan kapasitas sumber daya aparatur yang bertugas dalam penanggulanan bencana, mitra-mitra, komando dan implementasikan penanganan bencana darurat," ujar Biwara.
Walau sudah sering dilakukan kabupaten/kota di DIY, simulasi tanggap bencana memang harus terus dilakukan di DIY. Karenanya, masyarakat diharapkan tidak pula bosan mengikuti simulasi yang ada demi membiasakan diri untuk melakukan kesiapan-kesiapan menghadapi bencana.