REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) belum bisa memastikan jumlah kerusakan maupun korban yang terdampak likuifaksi (pencairan tanah) Perumnas Petobo dan tanah amblas di Perumnas Balaroa, Kota Palu, Sulawesi Tengah (Sulteng). Hal itu karena, kondisi material yang ada di lokasi saat ini belum memungkinkan untuk mencari korban.
Kepala Pusat Data Informasi dan Hubungan Masyarakat BNPB Sutopo Purwo Nugroho mengatakan, berdasarkan citra satelit di Perumnas Balaroa ada 1.747 unit rumah terdampak dan 744 unit rumah di Perumnas Petobo. Ia menjelaskan, di Balaroa kondisi tanah yang amblas ke bawah sekitar 3 meter.
"Kita belum tahu jumlah korban yang tertimbun di Belaroa, begitu juga dampak likuifaksi di Petobo," kata dia saat konferensi pers di Graha BNPB, Selasa (2/10).
Ia menjelaskan, proses evakuasi sulit dilakukan. Hal itu karena, alat berat yang diterjunkan tak akan banyak membantu, mengingat kondisi tanah yang sudah tumpang-tindih.
Apalagi, kata dia, Perumnas Petobo yang terjadi likuifaksi, alat berat tak akan berfungsi. Ia mengatakan, kondisi tanah masih bercampur lumpur.
Kesulitan juga disebabkan oleh area yang luas. Akibatnya, petugas di lapangan tidak dapat mengetahui posisi korban tertimbun. "Jumlah kita belum tahu, tapi mungkin ratusan. Karena rumah semua tenggelam, hilang, tertutup lumpur," kata dia.
Baca: PBB akan Dukung Teknis Penanganan Darurat Bencana Gempa Palu