REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kurs rupiah diperkirakan terus melemah sampai tahun depan. Meski begitu, dipastikan Indonesia tidak akan terkena krisis keuangan.
"Jadi tidak perlu panik. Hal itu karena, pergerakan rupiah sekarang mengikuti perkembangan gerakan mata uang dunia," ujar Ekonom sekaligus Mantan Menteri Keuangan M Chatib Basri Jakarta, Rabu, (3/10).
Menurutnya, meski nilai tukar rupiah melemah namun masyarakat Indonesia terlihat tidak panik. "Karena sudah dipersiapkan sejak Februari, itu sebabnya kita tidak lihat orang-orang rame-rame ke money changer," kata Chatib.
Ia menjelaskan, kepanikan tidak terjadi karena masyarakat sudah terbiasa dengan naik turunnya kurs. Lebih lanjut, kata dia, nilai tukar rupiah rentan melemah karena saat ini kebanyakan obligasi atau bond Indonesia dipegang oleh asing.
"Jadi bukan orang Indonesia, komponen lokal masih kurang. Maka diharapkan komponen lokal membesar," tuturnya.
Chatib pun menuturkan, selama ini orang mengira pelemahan rupiah disebabkan adanya Current Account Deficit (CAD) yang melebar hingga tiga persen. Hanya saja, ia menuturkan, pada masa pemerintahan Soeharto, CAD sebesar empat persen namun tidak terjadi krisis.
"Maka CAD kita melebar karena defisit di sektor minyak dan gas. Pemerintah memberikan subsidi ke masyarakat lalu terjadi disparitas harga internasional dengan domestik," ujar Chatib.
Disparitas itu, lanjutnya, melebar ketika menjual Bahan Bakar Minyak (BBM). "Seharusnya kenaikan harga minyak dunia ikut disesuaikan harga BBM-nya, tapi praktiknya sampai 2019 harga BBM di Indonesia tidak naik," tuturnya.