Rabu 03 Oct 2018 19:39 WIB

Kementan-FAO Ajak Pelaku Pasar Unggas Terapkan Biosekuriti

Virus flu burung banyak ditemukan di pasar dengan prosentase hingga 60-70 persen.

Pemberian obat tetes mata pada vaksinasi flu burung oleh tim Dinas Pertanian Kabupaten Bandung, di Kampung Lebakwangi, Desa Sekarwangi, Kecamatan Soreang, Jumat (24/2).
Foto: Republika/Edi Yusuf
Pemberian obat tetes mata pada vaksinasi flu burung oleh tim Dinas Pertanian Kabupaten Bandung, di Kampung Lebakwangi, Desa Sekarwangi, Kecamatan Soreang, Jumat (24/2).

REPUBLIKA.CO.ID, TANGERANG -- Hasil surveilans tentang keberadaan virus flu burung di pasar unggas di wilayah Jabodetabek yang telah dilakukan sejak tahun 2009 sampai saat ini menunjukkan bahwa virus flu burung banyak ditemukan di pasar dengan prosentase hingga 60-70 persen. Di mana sarana dan prasarana seperti kendaraan pengangkut unggas serta tempat penampungan dan pemotongan unggas juga berpotensi tinggi menyebarkan virus flu burung kepada konsumen jika mengangkut atau menjual unggas yang tertular flu burung.

Untuk meminimalisasi penyebaran virus flu burung dan penyakit zoonosis lainnya di pasar, Kementerian Pertanian dan Badan Pangan Perserikatan Bangsa-Bangsa (FAO) bekerjasama dengan Kementerian Kesehatan, Kementerian Perdagangan, Pemerintah Daerah dan Pengelola Pasar seperti PD Pasar Jaya, PD Pasar Niaga Kertaraharja dan, PD Pasar Tohaga mengadakan kegiatan sosialisasi dan pembinaan mengenai pentingnya biosekuriti kepada pelaku usaha perunggasan di beberapa pasar unggas dan rumah potong hewan unggas (RPHU) di Jabodetabek.

Pada tahun 2017 Kementan-FAO sudah melakukan kajian praktik biosekuriti di 20 pasar di Wilayah Jabodetabek dan mengimplementasikan praktek biosekuriti tersebut pada Pasar Sukatani (Kota Depok) sebagai pilot pasar binaan. Sedangkan tahun ini, kegiatan pembinaan pasar tersebut dilakukan di lima pasar dan RPHU terpilih, yaitu Pasar Senen (DKI Jakarta); Pasar Pasarkemis (Kabupaten Tangerang) dan Pasar Cariu (Kabupaten Bogor); RPHU Rorotan (DKI Jakarta) dan RPHU Risma Jaya (Tangerang) mulai bulan Agustus sampai dengan Desember 2018.

Penerapan biosekuriti di pasar dan rumah potong hewan unggas

Berdasarkan hasil survei dari Kementerian Kesehatan menyebutkan bahwa hanya 11 persen dari 399 pasar di 14 provinsi yang memenuhi syarat kesehatan. Sedangkan 89 persen pasar masih belum memenuhi syarat sehat. Adelina Hutahuruk, SKM, Msc. PH. Direktorat Kesehatan Lingkungan, Kementerian Kesehatan menjelaskan bahwa perilaku dan kesadaran akan kesehatan pedagang, konsumen dan pengelola pasar memegang peranan penting dalam mewujudkan pasar yang sehat.

“Di pasar masih banyak yang belum buang sampah pada tepatnya, cuci tangan dengan sabun, buang ludah pada tempatnya, dan banyak syarat kesehatan yang lainnya. Hal ini lah yang menyebabkan penularan penyakit”, Adelina menjelaskan.

Karena masih banyak pasar yang belum memenuhi syarat sehat kesehatan tersebut, maka perlu diadakan upaya peningkatan kesadaran dan komitmen akan peningkatan kebersihan dan kesehatan di pasar. Tujuan biosekuriti pada dasarnya adalah untuk mencegah kuman masuk, tumbuh berkembang dan menyebar di dalam suatu lokasi contohnya peternakan untuk melindungi ayam dan pasar untuk melindungi manusia dari penyakit. Untuk mencapai tujuan ini diperlukan upaya-upaya praktik biosekuriti secara mandiri dan rutin sesuai prosedur yang tepat oleh pedagang dan pengelola pasar.

Kasubdit Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Hewan (P3H), Direktorat Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian, Arif Wicaksono, mengajak para pelaku pada rantai pasar unggas agar selalu melakukan praktik-praktik biosekuriti secara rutin. ”Semua pelaku rantai pasar unggas harus ikut menjaga kebersihan lingkungan. Mulai dari penjual unggas hidup, pemotong unggas, pedagang unggas di pasar, pengelola pasar, hingga petugas kebersihan,” imbaunya, seperti dalam siaran pers.

Lebih lanjut Arif mengatakan bahwa pedagang dan penjual berpotensi tinggi terjangkit penyakit flu burung dari unggas. Maka jika ada unggas yang sakit, mereka dapat berisiko tertular penyakit melalui sumber-sumber pembawa penyakit flu burung seperti bulu, kotoran, organ dalam (jerohan), serta darah unggas.

“Untuk itu perlu diperhatikan dan dijaga kebersihan lingkungan dan peralatan  seperti keranjang, pisau, telenan, meja kios, lantai, dan sebagainya. Setelah dibersihkan dan dicuci dengan deterjen, perlu dilakukan penyemprotan dengan larutan disinfektan agar lingkungan pasar lebih bersih dan sehat. Dan untuk menghindari kontak dengan kuman dan larutan disinfektan saat pembersihan, pedagang dan petugas pasar harus menggunakan alat pelindung diri seperti masker, celemek, sarung tangan, dan sepatu boot,” imbuhnya.

Sosialisasi daging Ayam ASUH

Selain melakukan peningkatan kesadaran mengenai biosekuriti, dalam kegiatan ini juga dilakukan sosialisasi mengenai Daging Ayam ASUH (Aman, Sehat, Utuh, dan Halal). Kampanye ini bertujuan untuk memberikan informasi kepada masyarakat mengenai manfaat dan kelebihan daging ayam yang ASUH. Gunawan Budi Utomo, National Technical Advisor FAO, menjelaskan, FAO sendiri telah mendukung kampanye pemerintah mengenai Daging Ayam ASUH sudah sejak tahun 2010.

“Hingga saat ini kampanye tersebut harus terus berjalan karena memang masih banyak masyarakat yang belum tahu keuntungan daging Ayam ASUH. Padahal banyak manfaatnya untuk kesehatan manusia,” ujarnya.

Hal ini juga ditegaskan oleh Diah Nurhayati dari Direktorat Masyarakat Veteriner Kementerian Pertanian bahwa Daging Ayam ASUH ini memiliki kelebihan antara lain tidak mengandung bahaya biologis, kimiawi, dan bahan lain yang mengganggu kesehatan (aman). Mengandung nutrisi (sehat). Tidak dikurangi atau dicampur dengan bahan lain (utuh). Disembelih dan ditangani sesuai syariat agama Islam (halal).

Meskipun kampanye terus dilakukan, namun masih ada tantangan yang dihadapi, terutama pemahaman masyarakat mengenai rantai dingin daging Ayam ASUH. Pada daging Ayam ASUH, segera setelah disembelih ayam harus langsung dicuci dengan air bersih, didinginkan dan dibungkus plastik hingga sampai ke tangan konsumen. Hal ini untuk mencegah daging ayam terkontaminasi bakteri dan virus.

“Selain berfungsi menghindarkan penyakit, proses rantai dingin ini juga bisa memperlambat pembusukan daging. Jadi jangan sampai menggunakan formalin untuk mengawetkan daging,” imbuh Diah.

Pedagang dan konsumen saat ini masih berpikir bahwa lebih bagus menjual dan membeli daging ayam yang tidak beku, karena dianggap tidak segar. “Persepsi ini harus diubah. Karena rumah potong hewan unggas yang mengasilkan daging Ayam ASUH apalagi yang sudah bersertifikasi Nomor Kontrol Veteriner (NKV) memberikan jaminan keamanan pangan kepada konsumen,” tambah Diah.

Upaya mengkampanyekan Ayam ASUH akan masih terus dilakukan agar masyarakat mendapatkan informasi yang benar dan lebih paham mengenai produk daging ayam yang sehat dan berkualitas tinggi.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement