Kamis 04 Oct 2018 07:00 WIB

Psikolog : Hoax Picu Hilangnya Hormat pada Otorita

Psikolog menyebut hoax memengaruhi orang untuk berbuat hal bodoh

Rep: Desy Susilawati/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Sejumlah polisi wanita (polwan) Polres Indramayu membawa poster saat Deklarasi Anti Hoax di Indramayu, Jawa Barat, Kamis (15/3).
Foto: Antara/Dedhez Anggara
Sejumlah polisi wanita (polwan) Polres Indramayu membawa poster saat Deklarasi Anti Hoax di Indramayu, Jawa Barat, Kamis (15/3).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Publik tanah air baru saja dihebohkan dengan berita hoax penganiayaan terhadap aktivis Ratna Sarumpaet. Hampir semua status di media sosial menyinggung masalah ini. 

Salah satunya status yang ditulis oleh psikolog keluarga, anak dan remaja, Roslina Verauli. Dalam akun facebook resmi miliknya, perempuan yang akrab disapa Vera itu mengajak masyarakat untuk say no to hoax

Menurutnya tak banyak penelitian terkait hoax dalam psikologi. Dalam wikipedia, hoax dimaksudkan sebagai pemberitaan palsu berupa informasi yang sesungguhnya tidak benar namun dibuat seolah benar adanya.

Hoax umumnya dilakukan dengan tujuan pertama memperoleh keuntungan finansial dengan pembohongan yang disebarkan. Kedua, mendiskreditkan atau “menjatuhkan” seseorang atau kelompok tertentu. Ketiga, untuk sekedar bersenang-senang karena telah mengelabui bahkan membodohi orang lain. Keempat mencari perhatian. Dan kelima “memenuhi” kepercayaan atau prejudice akan sesuatu di masyarakat. Demikian yang diuraikan Mark D. Griffith dalam salah satu artikelnya. 

"Hoax merupakan eksploitasi terhadap sisi psikologis manusia yang menimbulkan keresahan, kecemasan, hilangnya hormat pada tokoh otorita, bahkan dapat memicu pertikaian dan perpecahan," ujarnya pada akun facebooknya yang diunggah Rabu (3/10). 

Maklum, dalam berita hoax yang masuk kategori pembohongan, emosi manusia “dijadikan obyek bahkan alat” untuk memicu reaksi tertentu. Sehingga memengaruhi orang lain untuk melakukan hal-hal bodoh karena perasaan ingin membantu, sekedar konformitas, bahkan takut turut terpicu. Tak heran teknik “social engineering” seperti penggunaan hoax untuk kepentingan tertentu seringkali sukses.

Namun, yang namanya pembohongan tetaplah aksi penipuan. Akan banyak yang merasa dirugikan, setidaknya secara emosional karena telah percaya. Bahkan merasa “terbodohi..” Terutama bila dilakukan ranah sosial bahkan melibatkan sosial media. 

"Semoga kita semua cukup bijak dalam menyebarkan berita khususnya dalam ranah publik. Terutama dalam iklim politik seperti saat ini. Psst, ini bahasan hoax. Tentang pembohongan publik dan penyebarannya. Bukan politik! Sekian..," ujarnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement