Kamis 04 Oct 2018 14:24 WIB

KIK Komitmen Lawan Hoaks & Tagih Janji Pemilu Damai Prabowo

KIK tidak mempermasalahkan kampanye menyerang Jokowi asal berlandaskan data.

Rep: Febrianto Adi Saputro, Rizkyan Adiyudha/ Red: Ratna Puspita
Joko Widodo dan KH Ma'ruf Amin
Foto: Foto : MgRol112
Joko Widodo dan KH Ma'ruf Amin

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Koalisi Indonesia Kerja (KIK) yang mengusung Joko Widodo (Jokowi)-Ma’ruf Amin sejak awal berkomitmen untuk tidak berkampanye menggunakan hoaks. KIK pun menuntut pasangan calon presiden dan wakil presiden Prabowo Subianto-Sandiaga Uno menunjukkan komitmen yang sama.

KIK juga meminta Prabowo-Sandiaga memenuhi janjinya untuk berkampanye damai. Komitmen kampanye damai dideklarasikan bersamaan dengan dimulainya masa kampanye Pemilu 2019 pada 23 September lalu. 

KIK mengeluarkan pernyataan tersebut menyusul politisasi kabar kekerasan yang diterima Ratna Sarumpaet. Belakangan, kabar kekerasan tersebut ternyata bohong. 

KIK meminta tim Prabowo tidak meneruskan cara kampanye dengan memolitisasi kabar yang belum terbukti kebenarannya. Sebab, masa kampanye masih akan berlangsung enam hingga tujuh bulan mendatang. 

"Ke depan, tidak ada lagi demokrasi berasas hoaks. Kita harus maju kepada demokrasi yang berasas martabat dan juga kebebasan berekspresi dalam koridor pemilu yang baik," kata Wakil Direktur Komunikasi Politik KIK Meutya Hafidz di Jakarta, Kamis (4/10).

photo
Ace Hasan Syadzily. (Humas DPR RI)

Juru Bicara (Jubir) TKN KIK Ace Hasan Syadzily mengatakan, sejak awal Jokowi-Ma’ruf berkomitmen menyampaikan keberhasilan pemerintahan Jokowi dengan mengedepankan capaian kinerja berdasarkan data. “Bukan asumsi, apalagi berita bohong," kata Ace saat dihubungi Republika.co.id, Kamis (4/10).

Ace menyatakan, KIK tidak mempermasalahkan cara kampanye yang menyerang Jokowi-Ma’ruf. Namun, ia mengatakan, kubu penantang seharusnya mengedepankan serangan yang berdasarkan data kuat dan dapat dipertanggungjawabkan.

Ia menambahkan, informasi yang berkualitas dalam kontestasi politik sangat penting untuk pembelajaran berdemokrasi bangsa Indonesia ke depan. Ia mengatakan, demokrasi harus dibangun berdasarkan atas keadaban dan bukan cerita-cerita bohong. 

“Kita bangun demokrasi ini atas dasar kesantunan, akhlakul karimah, dan nilai-nilai keadaban," kata pimpinan Komisi VIII DPR tersebut.

photo
Ratna Sarumpaet

Dalam hoaks Ratna, Ace berharap pihak kepolisian bisa mendalami secara tuntas motif di balik cerita kebohongan tersebut. Sementara, Meutya mengatakan, sejumlah politisi, termasuk pimpinan DPR, yang menyebarkan kabar hoaks tersebut harus bertanggung jawab secara hukum.

Tudingan Memolitisasi Perempuan

Ace mengatakan, kebohongan yang diciptakan oleh aktivis tersebut dan politisasi yang dilakukan kubu lawan menggiring opini terhadap pemerintahan Jokowi, khususnya mengenai penegakan hukum. Apalagi, ia mengatakan, komentar-komentar para politisi kubu Prabowo-Sandi kerap menyebutkan korban merupakan seorang perempuan berusia 70 tahun.

"Jika dibiarkan, terbangun opini bahwa pemerintahan Jokowi merupakan rezim yang anti dan tidak berpihak dengan emak-emak. Itulah kira-kira target politiknya," ujarnya. 

photo
Meutya Hafid

Meutya juga mengkritisi narasi-narasi dari para politikus Koalisi Indonesia Adil Makmur (KIAM). Ia mengatakan, narasi-narasi mereka menempatkan perempuan sebagai objek secara masif.

Ia menerangkan, politisi yang mengusung Prabowo-Sandi mengeksploitasi perempuan dengan berkali-kali menyisipkan ‘perempuan’ dalam narasi politiknya. Ia berpendapat cara itu dilakukan untuk menggugah dan meyakinkan perasaan publik terhadap sesuatu yang belum diyakini kebenarannya.

Meutya mengatakan, eksploitasi itu merupakan kemunduran bagi perempuan. Sebab, ia mengatakan, perempuan ditempatkan sebagai korban sekaligus terlibat di dalam sebuah kebohongan.

"Ini bagi kami sebagai politisi perempuan, khususnya di tim Pak Jokowi-Ma'ruf, sungguh menyakitkan. Ini menjadi pelajaran bagi perempuan di Indonesia agar lebih berhati-hati dalam mencermati berita dan jangan terlibat dalam pemberitaan yang membohongi publik," katanya.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement