Sabtu 06 Oct 2018 12:22 WIB

Kementerian ESDM: PLTU Celukan Bawang II Ramah Lingkungan

PLTU Celukan Bawang I diminta dikonversi dari batu bara ke gas.

Rep: Mutia Ramadhani/ Red: Friska Yolanda
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memastikan pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Celukan Bawang di Kabupaten Buleleng, Provinsi Bali tidak lagi berbahan bakar batu bara.
Foto: Republika/MUTIA RAMADHANI
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memastikan pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Celukan Bawang di Kabupaten Buleleng, Provinsi Bali tidak lagi berbahan bakar batu bara.

REPUBLIKA.CO.ID, BADUNG -- Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memastikan pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Celukan Bawang di Kabupaten Buleleng, Provinsi Bali, tidak lagi berbahan bakar batu bara. Sejak 2015, di lokasi telah beroperasi pembangkit tahap satu berkapasitas 3x142 megawatt (MW).

"PLTU Celukan Bawang dalam waktu tertentu harus diubah menjadi gas. Kami juga sangat mendukung," kata Menteri ESDM Ignasius Jonan dijumpai di Universitas Udaya, Jimbaran, Jumat (6/10) sore.

PLTU Celukan Bawang I dibangun China Huadian Engineering Co Ltd (CHEC), Merryline International Pte Ltd, dan PT General Energi Indonesia (GEI). Lokasi proyek terletak kurang lebih 115 kilometer di barat laut Kota Denpasar.

Total investasi untuk pembangkit ini sekitar 700 juta dolar AS. PLTU Celukan Bawang I menggunakan batu bara sebanyak 5.200 ton per hari. Pemerintah berencana mengembangkan PLTU Celukan Bawang II dengan kapasitas lebih besar, 2x330 MW yang masih menuai kontroversi.

Jonan mengatakan pembangkit listrik di Bali harus menggunakan energi baru dan terbarukan (EBT). Ini karena mayoritas perekonomian Pulau Dewata bergantung sektor pariwisata.

"Tidak ada daerah pariwisata di dunia yang tak menggunakan EBT, sebab mereka harus menjaga kualitas udara," kata Jonan.

Gubernur Bali Wayan Koster meminta pemerintah untuk mematuhi aturan yang berlaku di Bali. Jika pengembangan PLTU Celukan Bawang II masih berbahan bakar batu bara, maka pemerintah provinsi tak segan mencabut skemanya.

"Jika mau (dikembangkan), aturannya harus ikut kami. Jika tidak, silakan keluar," kata Koster.

Politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) ini juga mendesak pemerintah untuk segera mengonversi PLTU Celukan Bawang I dari batu bara ke gas. Pemerintah Provinsi Bali pun memberi tenggat waktu hingga tiga tahun ke depan.

"Maksimal tiga tahun ke depan, PLTU Celukan Bawang I harus dikonversi ke gas demi kesehatan dan pariwisata Bali," katanya.

Penggunaan pembangkit-pembangkit EBT, sebut gubernur yang baru satu bulan menjabat itu harus mengikuti standardisasi pelayanan kepariwisataan di Bali. Sektor pariwisata menyumbang 67 persen dari total pendapatan domestik regional bruto (PDRB) Provinsi Bali dan 70 persen masyarakatnya bergantung pada industri ini.

Pada kesempatan sama, pemerintah Provinsi Bali menandatangani sejumlah nota kesepahaman (MoU) dengan mitra energi, seperti Kementerian ESDM, PLN, dan Pertamina. Hal itu terkait dengan sinergi pembangunan kelistrikan di wilayah Bali, pengembangan energi bersih, infrastruktur LNG dan gas, serta penanganan sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Regional Sarbagita.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement