REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA -- Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia (HAM), Michelle Bachelet, mengecam eksekusi Iran terhadap seorang perempuan yang membunuh suaminya. Pembunuhan itu disebut dilakukan oleh perempuan tersebut lima tahun lalu saat ia masih berusia 17 tahun.
Perempuan bernama Zeinab Sekaanvand Lokran diketahui telah dipaksa untuk mengakui pembunuhan tersebut. Menurut Bachelet, perempuan itu bahkan sempat dipukuli oleh polisi setelah penangkapan dilakukan.
Lokran mengaku telah menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga. Namun, hal itu tidak dipertimbangkan selama persidangan. Bahkan, ia juga tak diperbolehkan mengakses pengacara hingga persidangan terakhir.
Eksekusi atas Lokran dilakukan pada 2 Oktober lalu. Ia disebut hanya mendapat kesempatan satu kali untuk dikunjungi keluarganya. Selain itu, banding dari pelapor khusus PBB dan Sekretaris Jenderal PBB juga diabaikan oleh pihak berwenang Iran.
''Ketidakadilan yang nyata dalam kasus Zeinab Sekaanvand Lokran sangat menyedihkan,'' kata Bachelet, Jumat (5/10).
Bachelet menekankan bahwa ada sebuah tanda tanya besar dalam proses hukum terhadap Lokran. Ia menilai saat pembunuhan terjadi, Lokran adalah seorang remaja, di mana secara hukum internasional eksekusi pelaku remaja dilarang.
Bachelet meminta Pemerintah Iran untuk menghormati dua perjanjian internasional yang telah ditandatangani. Dalam sejumlah ketentuan, disebutkan bahwa negara-negara yang terikat perjanjian harus mengakhiri penggunaan hukuman mati terhadap pelaku kejahatan yang masih remaja.
Iran disebut terus memberlakukan hukuman mati kepada banyak remaja yang terlibat kejahatan. Pada tahun ini, negara Timur Tengah itu dilaporkan telah mengeksekusi lima orang remaja dan puluhan lainnya masih bersiap menunggu eksekusi. PBB telah menentang hukuman mati dalam semua kasus.