Ahad 07 Oct 2018 18:45 WIB

Waspadai Tumpukan Inflasi Akhir Tahun

Pelaku usaha masih memiliki optimisme pada kestabilan harga.

Rep: Ahmad Fikri Noor/ Red: Friska Yolanda
Pedagang menata sayuran yang dijual di Pasar Senen, Jakarta , Senin (1/10). Badan Pusat Statistik menyatakan bulan September 2018 terjadi deflasi sebesar 0,18 persen yang disebabkan turunnya harga bahan makanan.
Foto: Prayogi/Republika
Pedagang menata sayuran yang dijual di Pasar Senen, Jakarta , Senin (1/10). Badan Pusat Statistik menyatakan bulan September 2018 terjadi deflasi sebesar 0,18 persen yang disebabkan turunnya harga bahan makanan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah menilai dampak pelemahan rupiah terhadap inflasi saat ini masih relatif kecil. Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kemenko Perekonomian Iskandar Simorangkir mengatakan, pelaku usaha masih memiliki optimisme pada kestabilan harga. 

"Sampai September 2018, imported inflation masih rendah. Berarti, ditengah depresiasi rupiah, ekspektasi pelaku usaha terhadap kestabilan harga masih tinggi sehingga pelaku usaha belum menaikkan harga," kata Iskandar ketika dihubungi Republika.co.id, Ahad (7/10). 

Untuk diketahui, indikasi dampak imported inflation akan terlihat dari level inflasi inti. Meski begitu, belum terjadi lonjakan signifikan. Pada September 2018, inflasi inti mencapai 0,28 persen bulan ke bulan dan 2,82 persen tahun ke tahun. Sementara, pada September 2017, inflasi inti sebesar 0,35 persen (mtm) dan 3 persen (yoy).

Iskandar memproyeksikan, tingkat inflasi hingga akhir tahun masih dalam kisaran yang ditetapkan pemerintah di level 3,5 persen. Meski begitu, terdapat kemungkinan inflasi terkerek naik karena dampak pelemahan rupiah dan faktor musiman natal dan tahun baru.

"Kemungkinan antara 3,5 sampai empat persen di akhir tahun," kata Iskandar.

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira memproyeksikan, inflasi hingga akhir tahun diprediksi sebesar 3,5 hingga 3,7 persen. Dia mengatakan, sejauh ini inflasi tahun kalender masih sebesar 1,94 persen atau masih dalam kisaran sesuai target. 

"Tapi tiga bulan ini memang harus jadi perhatian utama. Deflasi hanya temporer karena tingkat harga di level produsen sebenarnya sudah mengalami kenaikan," kata Bhima.

Dia mengatakan, Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB) umum nonmigas atau indeks harga grosir naik sebesar 0,08 persen pada September 2018. Potensi imported inflation dapat terlihat dari IHPB Kelompok Barang Impor yang naik sebesar 0,66 persen. 

Meski begitu, menurut Bhima saat ini harga jual belum naik karena pedagang memotong selisih keuntungannya. "Jadi tinggal tunggu waktu akan ada penyesuaian di harga jual," katanya.

Selain itu, pada November dan Desember juga terjadi tren kenaikan inflasi karena faktor musiman. Sehingga menurut Bhima, tekanan inflasi akan terakumulasi dalam tiga bulan terakhir 2018.

"Pemerintah perlu jaga pasokan pangan, stabilitas kurs rupiah, kendalikan impor bbm, beri insentif ke produsen domestik shingga tidak naikkan harga jual secara signifikan," kata Bhima. 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement