REPUBLIKA.CO.ID, Pada Ahad (30/9), pukul 03.00 dini hari, suasana kantor Badan Search and Rescue Nasional (Basarnas) di Kota Palu, Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng), terlihat sangat sibuk pascagempa disertai tsunami yang menerjang pada Jumat (28/9) petang.
Sejumlah orang berdatangan mencari nama saudara, sanak keluarga, dan kerabatnya berharap tertulis pada kertas berisi informasi yang dipasang di dalam kantor.
Tak sedikit juga yang meminta tolong segera mengevakuasi jenazah orang terjebak di reruntuhan bangunan. Namun, karena masih minimnya personel dan banyaknya permintaan, korban hanya didata.
Kantor Basarnas Palu yang bermarkas di Jalan Elang, malam itu satu-satunya tempat bercahaya karena menggunakan genset. Sementara, bangunan dan rumah-rumah di sekitarnya padam akibat aliran listrik dan komunikasi terputus.
Baca juga, Syahadat Terakhir Rika Saat Lumpur Tenggelamkan Petobo.
Sesekali penerangan muncul dari balik lampu kendaraan yang melintas di jalan raya setempat menerangi puluhan orang duduk di pinggir jalan menunggu kejelasan pertolongan keluarganya.
Relawan melintas di sekitar Masjid Daarul Mutakin yang terletak di Perumnas Balaroa, Palu, Sulawesi Tengah, Senin (8/10).
Pasukan berbaju oranye ini terlihat mondar-mandir, ada yang baru tiba dan ada yang bersiap untuk melakukan upaya penyelamatan. Dari laporan, masih ada korban hidup di Perumnas Balaroa, Palu Barat, tim langsung bersiap.
Korban dilaporkan selamat, tetapi terjebak di dalam reruntuhan bangunan. Satu tim kecil Basarnas diterjunkan melakukan survei sekaligus memberi pertolongan pertama menggunakan kendaraan pikap menuju lokasi.
Tim pertama bergerak menelusuri kota yang sudah mati tanpa penerangan dan mengikutkan dua orang wartawan. Di perjalanan terlihat warga korban gempa berada di pinggiran jalan dan tanah lapang memasang tenda-tenda sebagai tempat bernaung.
Penduduk kota kelihatan takut berada di dalam rumahnya karena trauma sering terjadi getaran gempa susulan yang masih aktif sesekali pada malam hari. Dalam keadaan gelap gulita, tim kemudian masuk ke lokasi mengunakan senter serta helm senter kepala menyusuri tanah yang sudah longsor dan pada bagian lain sudah menjadi perbukitan.
Terdengar suara sayup-sayup orang minta tolong, tetapi tidak jelas posisinya sebab dini hari itu keadaan sangat mencekam, gelap gulita, dan reruntuhan di mana-mana. Tim Basarnas meminta agar fokus, tidak terpengaruh suara-suara tersebut, membuat keadaan semakin merinding dan tegang.