REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Menteri Luar Negeri Rusia Sergi Levrov membantah tuduhan telah meretas Organisasi Pelarangan Senjata Kimia (OPCW). Rusia dituduh meretas OPCW yang tengah menyelidiki kasus upaya pembunuhan mantan mata-mata Rusia Sergei Skripal dan putrinya Yulia dengan menggunakan racun saraf.
Pihak berwenang Belanda, markas OPCW, menduga empat laki-laki yang teridentifikasi sebagai intelijen militer Rusia berusaha merentas mereka. Kementerian Pertahanan Belanda merilis foto dan waktu para agen GRU yang berusaha menerobos sistem OPCW.
"Ini perjalanan ruti, mereka tidak bersembunyi ketika mereka sampai di bandara, check-in di hotel dan mengunjungi kedutaan kami," kata Lavrov kepada kantor berita Rusia TASS, seperti dilansir dari Deutsche Welle, Selasa (9/10).
Pemerintah Belanda menuduh agen-agen Rusia berusaha meretas sistem OPCW dengan peralatan Wifi yang mereka sembunyikan di mobil yang terparkir di luar Hotel Marriot. Menyikapi tuduhan itu, Belanda dan Rusia kabarnya telah memanggil duta besar mereka masing-masing.
"Tidak ada rahasia tentang perjalanan para pakar dari Rusia ke Den Haag pada April tahun ini, semuanya terlihat seperti kesalahpahaman," kata Lavrov.
Inggris menuduh agen-agen Rusia yang telah berusaha membunuh Skripal dan Yulia dengan senjata kimia. Tuduhan Inggris itu didukung oleh Jerman, Prancis, Kanada, dan Amerika Serikat.
Setelah kejadian pada 4 Maret lalu Inggris dan sekutunya mendeportasi duta besar Rusia. Negara yang dipimpin Vladimir Putin tersebut pun menanggapinya dengan menarik sendiri duta-duta besar mereka dari negara-negara barat.