REPUBLIKA.CO.ID, KUALA LUMPUR - Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad mengatakan pada Selasa (9/10), negaranya dapat menjual aset dan menerapkan tarif pajak baru untuk membayar utang. Malaysia kini tercatat memiliki kewajiban membayar utang sebesar 1 triliun ringgit atau 240,67 miliar dolar AS.
"Kami mungkin harus merancang pajak baru agar memiliki uang untuk membayar utang kami," kata Mahathir dalam sebuah konferensi investor, dikutip Channel News Asia.
"Hal lain yang bisa kita lakukan adalah menjual aset kita. Tanah adalah salah satunya ... Lebih dari itu kita mungkin harus menjual beberapa aset berharga kita yang lainnya untuk mengumpulkan dana untuk membayar utang," kata dia.
Mahathir tidak mengidentifikasi atau menguraikan aset-aset apa saja yang dimaksud. Bulan lalu, Menteri Keuangan Lim Guan Eng mengatakan Malaysia akan mempertimbangkan kombinasi dari penerbitan surat utang baru dan penjualan aset untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan jangka pendeknya.
Pemerintah Malaysia juga akan mencari sumber pendapatan baru untuk menutupi kekurangan yang akan dihadapi setelah menghapus pajak barang dan jasa yang tidak populer (GST) hanya beberapa minggu setelah koalisi Pakatan Harapan menguasai pemerintahan. Mahathir, yang secara tak terduga memenangkan pemilihan umum Malaysia pada Mei lalu, menyalahkan pemerintahan mantan Perdana Menteri Najib Razak karena telah membawa negara ke dalam utang yang sangat besar. Dana negara 1Malaysia Development Berhad (1MDB) yang didirikan Najib juga merupakan subyek korupsi dan pencucian uang, yang tengah diinvestigasi di Malaysia dan negara lain.
Sebelumnya, PM berusia 93 tahun itu menegaskan akan melunasi utang negara dalam satu hingga dua tahun ke depan. Pemerintahan yang didominasi Pakatan Harapan (PH) itu akan memprioritaskan upaya memulihkan kekayaan dan menyelamatkan ekonomi negara dalam periode-nya kali ini.
"Sekarang kita sudah berada di pemerintahan, salah satu hal pertama yang harus kita lakukan adalah menyelesaikan masalah yang dibuat oleh pemerintah sebelumnya," ujar Mahatir.
"Pemerintah sebelumnya meminjam uang dalam jumlah besar atau lebih dari 1 triliun Ringgit Malaysia (241 miliar dolar AS). Sangat berat bagi kami, tetapi dalam satu atau dua tahun kami dapat mengurangi jumlahnya," ujarnya.