REPUBLIKA.CO.ID, BADUNG -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memastikan kondisi sektor perbankan saat ini masih stabil di tengah gejolak ekonomi global dan anjloknya nilai tukar rupiah. Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengatakan, salah satu upaya untuk menahan imbas gejolak ekonomi global adalah dengan pendalaman pasar keuangan, khususnya di pasar modal.
"Nanti pendalaman sektor keuangan akan tercapai, dan banking leverage menjadi lebih tinggi," kata Wimboh di Kuta, Badung, Bali, Rabu (10/10).
Banyaknya instrumen di pasar modal juga akan berdampak pada sektor perbankan. Dana dari pasar modal yang masuk ke perbankan akan masuk ke berbagai produk baru di secondary market.
"Ini tentunya juga menguntungkan perbankan," kata Wimboh.
Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Halim Alamsyah menambahkan bahwa sesuai dengan penilaian OJK, saat ini memang sektor perbankan dalam kondisi yang stabil di tengah sentimen negatif dari global. Namun, untuk meredam gejolak sentimen negatif global, diperlukan juga pendalaman pasar keuangan dalam bentuk valuta asing, seperti dolar AS.
"Pendalaman finansial tidak cukup hanya dalam bentuk rupiah, harus juga dalam bentuk dolar AS juga," ujar Halim.
Menurut Halim saat ini Indonesia mengalami kekurangan tabungan dalam negeri. Defisit transaksi berjalan atau Current account deficit (CAD) menjadi salah satu sumber gejolak keuangan Indonesia, terutama di kurs.
CAD artinya investasi lebih sedikit daripada tabungan dalam negeri. Dengan demikian, untuk mengecilkan defisit diperlukan penambahan tabungan dari luar negeri, dalam hal ini dari ekspor.
Meskipun saat ini pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) melambat, hanya sekitar 7-8 persen, namun menurut Halim sektor keuangan masih dalam kondisi baik. Hal ini merupakan dampak sementara karena masyarakat lebih tertarik untuk menabung di pasar modal.
"Karena suku bunga sedang turun di perbankan, masyarakat pindah ke pasar modal. Jadi perlu pendalaman pasar di pasar modal juga," katanya.