REPUBLIKA.CO.ID, TOKYO – Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe mengatakan penyelidikan yang kredibel mengenai dugaan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) terhadap etnis Rohingya merupakan kunci untuk menyelesaikan krisis. Ia menegaskan Jepang akan membantu dan mendukung Myanmar menuntaskan masalah Rohingya.
“Masalah ini rumit dan serius, dan Jepang akan berpikir dengan Myanmar serta mendukung usahanya dalam menyelesaikan masalah. Investigasi yang kredibel oleh panel independen sangat penting,” kata Abe dalam konferensi pers seusai bertemu dan berdiskusi dengan pemimpin de facto Myanmar Aung San Suu Kyi di Tokyo pada Selasa (9/10), dikutip laman the Guardian.
Abe mengatakan negaranya akan turut membantu Myanmar dalam proses repatriasi pengungsi Rohingya yang kini tinggal di Bangladesh. Suu Kyi sendiri menyambut dan mengapresiasi dukungan Jepang.
Ia menjanjikan adanya penyelidikan yang akurat, tepat, dan transparan terkait krisis Rohingya. Suu Kyi pun membela panel yang ditugaskan Pemerintah Myanmar untuk menyelidiki masalah tersebut. Panel itu diketahui terdiri atas empat pakar hak asasi manusia dan masalah internasional yang berasal dari Jepang, Filipina, dan dua lainnya dari Myanmar.
“Saya siap untuk mengakui bahwa kami memiliki tantangan yang harus dihadapi, khususnya berkaitan dengan (negara bagian) Rakhine dan dengan perjuangan yang kami miliki di fron perdamaian,” kata Suu Kyi dalam pidatonya pada Senin.
Sementara itu, pelapor khusus PBB untuk Myanmar Yanghee Lee telah merilis laporan terbaru tentang pencarian fakta di Rakhine. Dalam laporannya, Lee menyimpulkan bahwa Myanmar tidak mau dan tidak mampu untuk menyelidiki pelanggaran terhadap etnis Rohingya. “Tanggung jawab ada pada komunitas internasional untuk mengambil tindakan,” ujarnya.
Otoritas berwenang Myanmar, termasuk dari pihak militer, telah menolak penyelidikan internasional independen yang berusaha mengungkap penyebab terjadinya krisis Rohingya. Militer Myanmar bahkan telah menerbitkan laporan penyelidikan yang mengklaim personelnya terbebas dari berbagai tindakan kriminal yang dituduhkan komunitas internasional. Namun di bawah tekanan internasional, pada Juli lalu, Pemerintah Myanmar menugaskan panel lain untuk melakukan misi pencarian fakta di Rakhine.
Pada akhir Agustus lalu, Tim Misi Pencari Fakta Independen PBB telah menerbitkan laporan tentang krisis Rohingya yang terjadi di Rakhine. Dalam laporan itu, disebut bahwa apa yang dilakukan militer Myanmar terhadap etnis Rohingya mengarah pada tindakan genosida. Laporan itu menyerukan agar para pejabat tinggi militer Myanmar, termasuk panglima tertinggi militer Jenderal Min Aung Hlaing, diadili di Mahkamah Pidana Internasional (ICC).
Pada 18 September, ICC telah meluncurkan penyelidikan awal terhadap Myanmar. Jaksa Penuntut ICC Fatou Bensouda mengatakan, pada tahap ini pihaknya akan melakukan pemeriksaan pendahuluan terkait pemindahan paksa orang-orang Rohingya, termasuk perampasan hak-hak fundamental mereka. Kasus seperti pembunuhan, kekerasan seksual, penghancuran, dan penjarahan yang dialami Rohingya turut tercakup dalam pemeriksaan.
Baca: Perjuangan Anak Perempuan Rohingya Demi Bisa Sekolah