REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Jaya Bersama Indo Tbk (Perseroan) yang merupakan pengelola jaringan restoran chinese food terbesar di Indonesia resmi mencatatkan saham di Bursa Efek Indonesia (BEI). Emiten dengan kode perdagangan DUCK tersebut merupakan perusahaan pengelola restoran salah satunya The Duck King.
Perseroan menawarkan sebesar 513,33 juta lembar saham dengan harga Rp 505 per saham melalui mekanisme Penawaran Umum Perdana Saham atau Initial Public Offering (IPO). Nilai tersebut, setara dengan 40 persen dari modal ditempatkan dan disetor penuh Perseroan setelah IPO.
Direktur PT Jaya Bersama Indo, Dewi Tio mengatakan tujuan mendapatkan dana publik ini untuk ekspansi bisnis, membuka gerai baru dan merenovasi gerai yang ada. "Ke depannya kita ingin ekspansi 12 gerai di dalam dan luar negeri, tiga gerai di antaranya di luar negeri," kata Dewi setelah IPO di Gedung Bursa Efek Indonesia, Rabu (10/10).
Gerai baru akan dibuka pada sejumlah kota besar di Indonesia antara lain di Jawa, Bali, Sulawesi dan Kalimantan. Selain itu, Perseroan juga akan berekspansi ke luar negeri dengan menyasar pasar di Vietnam, Kamboja, dan Myanmar.
Perseroan menjadi emiten ke-43 yang tercatat di BEI tahun 2018 atau emiten ke-606. Dalam aksi korporasi ini, Perseroan menunjuk PT CGS-CIMB Sekuritas Indonesia, PT Danareksa Sekuritas dan PT Mirae Asset Sekuritas Indonesia sebagai penjamin pelaksana emisi efek.
Pada 2003, Perseroan membuka restoran pertama di Senayan Trade Centre, Jakarta. Perseroan fokus pada masakan tradisional Tiongkok, tanpa daging dan lemak babi. Adapun hidangan utamanya adalah bebek peking panggang.
Kini, perusahaan memiliki tiga merek utama, yaitu The Duck King, Fook Yew, dan Panda Bowl. Perseroan juga memiliki tujuh submerek dari The Duck King untuk menangkap permintaan di segmen konsumen kelas menengah yang sedang tumbuh di Indonesia.
Pada 2017, perseroan berhasil membukukan kenaikan pendapatan sebesar 23,4 persen dari Rp 436 miliar pada tahun 2016 menjadi sebesar Rp 538 miliar pada 2017. Adapun EBITDA naik 118,2 persen dari Rp 62 miliar pada tahun 2016 menjadi Rp 134 miliar pada tahun 2017. Margin EBITDA mencapai 24,9 persen.