Senin 08 Oct 2018 22:00 WIB

RI-Finlandia Perkuat Investasi dan Teknologi Industri

Tak hanya industri pulp, Finlandia juga mendorong pembangunan taman teknologi

Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto memberikan cenderamata kepada Menteri Perdagangan Luar Negeri dan Pembangunan Finlandia, Anne-Mari Virolainen seusai melakukan pertemuan di Kementerian Perindustrian, Jakarta, Senin (8/10).
Foto: Humas Kementerian Perindustrian
Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto memberikan cenderamata kepada Menteri Perdagangan Luar Negeri dan Pembangunan Finlandia, Anne-Mari Virolainen seusai melakukan pertemuan di Kementerian Perindustrian, Jakarta, Senin (8/10).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia dan Finlandia terus menjajaki peluang kerja sama baru di wilayah ekonomi terutama dalam upaya peningkatan investasi guna memperdalam struktur industri manufaktur nasional. Beberapa sektor yang berpotensi untuk dikembangkan oleh kedua negara, antara lain industri pulp dan kertas serta pembangunan pusat inovasi dan teknologi.

“Area yang berpeluang untuk kerja sama kedua negara di sektor industri, meliputi industri berbasis agro khususnya pulp dan kertas serta mendorong pembangunan science and technology park,” kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto seusai bertemu dengan Menteri Perdagangan Luar Negeri dan Pembangunan Finlandia, Anne-Mari Virolainen di Jakarta, Senin (8/10) petang.

Berdasarkan data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), pada tahun 2018, investor Finlandia menanamkan modalnya di sektor industri kertas, barang dari kertas dan percetakan untuk dua proyek senilai 1,75 juta dolar AS. Realisasi investasi ini dinilai memberikan sumbangsih besar bagi perekonomian nasional melalui peningkatan nilai tambah dan penyerapan tenaga kerja di dalam negeri.  

Menperin menjelaskan, industri pulp dan kertas merupakan salah satu sektor yang diprioritaskan pengembangannya sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2015 tentang Rencana Induk Pengembangan Industri Nasional. 

“Hal ini sangatlah tepat karena Indonesia memiliki keunggulan komparatif terutama terkait bahan baku, di mana produktivitas tanaman kita jauh lebih tinggi dibandingkan negara-negara pesaing yang beriklim subtropis,” tuturnya. 

Belakangan ini, menurut Airlangga, negara-negara North America dan Scandinavia (NORSCAN) yang menjadi pemasok utama pulp dan kertas di dunia, menunjukkan kecenderungan produksi yang semakin menurun. “Saat ini telah bergeser ke Asia Tenggara terutama Indonesia serta negara-negara Amerika Latin seperti Chili, Brasil, dan Uruguay,” ungkapnya.

Kementerian Perindustrian memperlihatkan, daya saing industri pulp dan kertas Indonesia di kancah internasional cukup terkemuka, di mana industri pulp Indonesia menempati peringkat ke-10 dunia dan industri kertas menempati peringkat keenam dunia. Adapun di Asia Industri pulp Indonesia peringkat ketiga dan dan industri kertas Indonesia peringkat keempat setelah Cina, Jepang dan India.

Berdasarkan kinerja ekspornya, industri kertas berhasil menduduki peringkat pertama dan industri pulp peringkat ketiga untuk ekspor produk kehutanan selama tahun 2011-2017. Kedua industri tersebut memberikan kontribusi terhadap devisa negara sebesar 5,8 miliar dolar AS pada 2017, yang berasal dari kegiatan ekspor pulp sebesar 2,2 miliar dolar AS ke beberapa negara tujuan utama yaitu China, Korea, India, Bangladesh dan Jepang serta ekspor kertas sebesar 3,6 miliar dolar AS ke negara Jepang, Amerika Serikat, Malaysia, Vietnam dan Cina.

“Finlandia menjadi pemasok Indonesia untuk barang modal seperti mesin elektronika serta audio dan perlengkapan TV. Sedangkan, ekspor komoditas Indonesia ke Finlandia antara lain alas kaki, komponen mesin, dan produk keramik,” sebut Airlangga.

Selama ini, dalam upaya memperkuat kolaborasi kedua negara, Indonesia dan Finlandia juga secara rutin melaksanakan Forum Konsultasi Bilateral (FKB), Working Group on Forestry and Forest Industries, serta kerja sama dalam kerangka Energy and Environment Partnership (EEP). Finlandia juga dikenal sebagai negara yang menguasai teknologi permesinan, kelistrikan, industri logam, transportasi, kayu dan kertas serta kimia.

“Oleh karena itu, kami mengharapkan adanya langkah sinergi kedua belah pihak untuk melakukan transfer teknologi tersebut,” ujar Menperin. Apalagi, dalam upaya menghadapi revolousi industri keempat sesuai peta jalan Making Indonesia 4.0, Kemenperin tengah mendorong industri di dalam negeri untuk meningkatkan kegiatan penelitian dan pengembangan agar menciptakan inovasi. 

Mengenai hal tersebut, kedua negara sepakat akan mengembangkan teknologi energi terbarukan serta pendidikan di bidang vokasi. “Merek memiliki Desa Circular Economy di Rilhimaki, yang memiliki fasilitas pemilahan sampah dan daur ulang serta pembangkit listrik bertenaga sampah,” ujarnya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement