Kamis 11 Oct 2018 02:50 WIB

Pelapor Korupsi Dapat Hadiah, KIK: Ini Bukan Pencitraan

KIK mengatalan kebijakan memberi hadiah bagi pelapor korupsi bukan sebuah pencitraan.

Rep: Rizkyan Adiyudha/ Red: Bayu Hermawan
Sekjen PPP Arsul Sani berbicara pada wartawan di Posko Cemara, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (4/9).
Foto: Republika/Bayu Adji P
Sekjen PPP Arsul Sani berbicara pada wartawan di Posko Cemara, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (4/9).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Koalisi Indonesia Kerja (KIK) memastikan jika kebijakan pemerintah untuk mengganjar hadiah bagi pelapor korupsi bukanlah sebuah pencitraan. KIK berpendapat, peraturan untuk memberikan imbalan kepada pelapor korupsi merupakan bagian dari UU Tindak Pidana Korupsi.

"Kalau itu kemudian digeneralisasi menjadi sebuah pencitraan maka apa yang dilakukan presiden pencitraan semua. Konsekuensinya untuk menghindari pencitraan presiden ga usah kerja duduk aja gitu, karena apapun yang dilakukan presiden bisa dimaknai sebagai pencitraan," kata Wakil Ketua TKN KIK Arsul Sani di Jakarta, Rabu (10/10).

Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) nomor 43 tahun 2018 tentang tata cara pelaksanaan peran serta masyarakat dan pemberian penghargaan dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi. Dalam aturan tersebut, pelapor informasi dugaan korupsi kepada penegak hukum bakal diberikan penghargaan dalam bentuk piagam serta mendapatkan premi yang besarannya maksimal Rp 200 juta.

Menurut Arsul, keputusan pemerintah terkait hadiah pelapor korupsi juga masih jarus ditindaklanjuti. Dia mengatakan, kebijakan itu juga nanti perlu pengaturan lebih lanjut entah dalam peraturan lembaga atau kementerian. Misal, dia melanjutkan, soal siapa yang mengelola anggaran terkait hadiah yang akan diberikan.

Arsul mengatakan, ada hal lain yang juga harus dikelola lebih lanjut seperti keamanan personal bagi pelapor koruptor itu. Dia melanjutkan, kalau pelapor harus menajabarkan identitas dirinya tentu hal itu berpotensi memberikan ancaman keselamatan bagi pelapor.

"Mengharapkan maksimal 200 juta tapi inikan hal-hal secara teknis harus dipikirkan jadi PP itu bukan produk ready to use-lah harus di-followup, ditindaklanjuti dan didetilkan mekanisme dan sebagainya," kata Arsul.

Setali tiga uang, Ketua DPP Golkar Ace Hasan Syadzily mengatakan, kebijakan itu termasuk dalam konteks ini adalah kebijakan Pemberantasan Korupsi. Dia mempersilahkan masyarakat untuk menilai apakah langkah itu merupakan sebuah tindakan pencitraan atau bukan.

Senada dengan Arsul, Juru Bicara Tim Kampanye Nasional (TKN) KIK itu juga sepakat jika PP pelapor korupsi masih harus digarap lebih jauh lagi. Dia mencontohkan, seperti dari mana asal sumber nominal jutaan rupiah yang menjadi hadiah bagi pelapor.

"Sumbernya dari mana karena itu menyangkut keuangan negara, bukan misalnya uangnya dari dana alokasi kemenkumham atau apa kan mesti ada penjelasan lebih lanjut turunan dari PP itu mesti diatur lagi dalam peraturan selanjutnya," kata Ace.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement