Kamis 11 Oct 2018 14:09 WIB

Penderita Katarak di Jatim Tertinggi se-Indonesia

Penanganan katarak di Jatim sudah lebih baik dibanding provinsi lainnya.

Rep: Dadang Kurnia/ Red: Esthi Maharani
penanganan katarak di Jatim juga sudah lebih baik dibanding provinsi lainnya.
Foto: Dadang Kurnia / Republika
penanganan katarak di Jatim juga sudah lebih baik dibanding provinsi lainnya.

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur Kohar Hari Santoso mengakui, angka penderita katarak di wilayahnya merupakan yang tertinggi dibandingkan provinsi-provinsi lain yang ada di Indonesia. Namun, Kohar tidak menyebutkan angka pasti penderita katarak di Jatim. Meski demikian, Kohar mengaku, penanganan katarak di Jatim juga sudah lebih baik dibanding provinsi lainnya.

"Kita tertinggi di antara provinsi yang lain (jumlah penderita katarak). Tapi dari capaian yang sudah kita kerjakan juga yang paling tinggi. Jadi banyak kegiatan kita yang jalan, kemudian penanganannya juga sudah bagus, itu yang terjadi," ujar Kohar saat menghadiri acara peresmian SIGALIH di Puslitbang Humaniora dan Manajemen kesehatan jalan Indrapura, Surabaya, Kamis (11/10).

photo
Siswa Sekolah Dasar dan masyarakat melaksanakan pemeriksaan mata gratis dalam rangka memperingati Hari Penglihatan Dunia di Puslitbang Humaniora dan Manajemen kesehatan jalan Indrapura, Surabaya, Kamis (11/10). (Dadang Kurnia / Republika)

Kohar menjelaskan, penyebab utama tingginya penderita katarak di Jatim, lantaran banyaknya masyarakat yang tinggal di tepian pantai. Sehingga, lebih mudah terpapar sinar ultraviolet. Sinar ultraviolet itu lah yang menurutnya menjadi penyebab utama masyarakat mudah terserang katarak.

"Pencegahan yang efektif yaitu memakai pelindung mata, baik itu topi, payung, atau kacamata anti UV pada saat terpapar sinar matahari," ujar Kohar.

Menteri Kesehatan Nila F. Moeloek mengungkapkan, hasil survei kebutaan Rapid Assessment of Avoidable Blindness atau RAAB pada 2014-2016 di 15 provinsi di Indonesia menunjukkan, angka kebutaan  mencapai 3 persen. Adapun penyebab kebutaan terbanyak adalah katarak, yakni sebesar 81 persen.

Nila mengatakan, data ini menjadi dasar untuk memfokuskan program penanggulangan gangguan penglihatan dan kebutaan di Indonesia. Yakni dengan memfokuskan pada penanggulangan katarak, gangguan refraksi, dan gangguan penglihatan, dengan penyebab lain seperti Glaukoma dan Retinopati Diabetikum.

"Gangguan penglihatan dapat menyerang siapa saja tanpa mengenal umur. Oleh karena itu masyarakat perlu meningkatkan kepedulian terhadap ancaman gangguan penglihatan, terutama kebutaan yang dapat dicegah," kata Nila.

Pada kesempatan yang sama, Nila juga meresmikan inovasi pencatatan dan pelaporan skrining gangguan penglihatan di Indonesia menuju berbasis sistem. Sistem ini bernama Sistem Informasi Penanggulangan Gangguan Penglihatan Nasional, yang disingkat “SIGALIH.”

"Diharapkan sistem ini akan terhubung dengan rumah sakit sehingga tindak lanjut terhadap pasien yang telah dirujuk dapat tertangani baik," ujar Nila.

Nila menjelaskan, sistem ini berbasis web atau android untuk melaporkan pencatatan dan pelaporan skrining gangguan penglihatan masyarakat Indonesia yang melakukan deteksi dini mata. Khususnya di Pos Pembinaan Terpadu untuk Penyakit Tidak Menular (Posbindu).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement