REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan berharap ada suntikan dana tambahan yang diupayakan dari sumber-sumber di APBN, untuk mengatasi defisit. Adapun sebelumnya, Kementerian Keuangan telah menggelontorkan dana Rp 4,9 triliun untuk menutup sebagian defisit BPJS Kesehatan pada 24 September 2018 lalu.
"Uang yang disuntikkan pertama ini kurang, nanti tentu akan diupayakan sumber-sumber di APBN yang masih memungkinkan," ujar Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris yang ditemui di Kantor Wakil Presiden, Kamis (11/10).
Dana yang diberikan oleh Kementerian Keuangan tersebut sudah habis untuk membayar tunggakan rumah sakit hingga Juli 2018. Pembayaran ke rumah sakit dilakukan pada 25-30 September 2018.
Fachmi menjelaskan, BPJS Kesehatan berupaya untuk menjaga anggaran yang berimbang hingga akhir tahun. Salah satu caranya yakni dengan menjaga kualitas pengeluaran.
"Kita menjaga kualitas pengeluaran, jangan sampai pengeluaran ini bukan yang berkualitas," kata Fachmi.
Sebelumnya, pada September 2018 lalu, Presiden Joko Widodo telah menandatangani peraturan presiden (perpres) soal pemanfaatan cukai rokok dari daerah untuk menutup defisit keuangan BPJS Kesehatan. Adapun pembahasan mengenai pemanfaatan cukai rokok ini sudah dilakukan sejak Mei 2018. Diperkirakan pada 2018 anggaran keuangan BPJS Kesehatan mengalami defisit sebesar Rp 16,5 triliun.
Kementerian Keuangan juga berupaya melakukan efisiensi dana operasional BPJS Kesehatan melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 209 Tahun 2017 tentang Besaran Presentase Dana Operasional.
Melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 10 Tahun 2018 tentang Tata Cara Penyediaan, Pencairan, dan Pertanggungjawaban Dana Iuran Jaminan Kesehatan Penerima Bantuan Iuran (PBI), Kementerian Keuangan juga berupaya mempercepat pencairan dana iuran PBI.