REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Saut Situmorang menegaskan pihaknya hati-hati dalam mengusut dugaan aliran uang pengusaha impor daging, Basuki Hariman kepada Kapolri Jenderal Tito Karnavian. Saut tak menampik bila KPK kerap menemukan dugaan aliran ke sejumlah nama dalam setiap menangani kasus korupsi
"Kalian kan tahu banyak sekali nama-nama selalu disebut, nama-nama selalu ditulis. Oleh karena itu kehati-hatian KPK untuk kemudian menindaklanjutinya," kata Wakil Ketua KPK Saut Situmorang di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (11/10).
Terkait isu perusakan buku merah yang berkembang, Saut mengatakan, pihaknya perlu menggali kesaksian dari pihak yang menulis catatan di buku bersampul merah itu dan fakta-fakta lain yang mendukung. Menurut Saut, bila pihaknya tak menemukan bukti tentu pihaknya tak bisa melanjutkan.
"Kalau memang kami belum bisa mengembangkan lebih lanjut, kami tidak bisa melanjutkan. Sebelumnya juga banyak nama orang besar disebut tapi kami tidak bisa melanjutkan itu. Karena memang penyebutan itu memerlukan kroscek yang lebih lanjut, tentang seperti apa kasus yang sebenarnya," terang Saut.
Saut menerangkan, pihaknya juga masih mempelajari soal dugaan perusakan buku bersampul merah. Diketahui, saat ini penyidik Ronald dan Harun yang diduga merusak buku itu pun telah dipulangkan ke Polri tahun lalu.
"Tentu kalau kami perlu mendalami lebih lanjut karena memang itu kasusnya sudah kami anggap selesai di masa lalu, yang bersangkutan telah kembali (ke Polri)," tutur Saut.
Menurut Saut, saat melakukan pemeriksaan CCTV terkait dugaan perusakan barang bukti yang dilakukan Ronald dan Harun, pihaknya pun tidak melihat adanya perobekan beberapa halaman dalam buku merah itu yang dilakukan kedua penyidik tersebut. "Belum bisa kami buktikan dia merusak, CCTV tidak ada. Tipex itu kami juga nggak tahu siapa yang tipex, ada nggak kamu lihat siapa yang tipex, nantilah kami lihat," ujarnya.
Saut menegaskan, kepulangan dua penyidik tersebut juga merupakan permintaan dari Polri. Sehingga, kata Saut, pihaknya tak bisa berbuat banyak dan merespons permintaan itu dengan memulangkan kedua penyidik Polri tersebut.
"Mereka dikembalikan memang itu permintaan untuk dikembalikan, ada suratnya itu. Memang ada suratnya, memang Polri minta dikembalikan, kami enggak mungkin kembalikan orang begitu aja," kata Saut.
Kepala Divisi Hubungan Masyarakat (Kadivhumas Polri) Irjen Setyo Wasisto menengarai ada pihak yang mencoba mengadi domba antara Polri dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Setyo menegaskan, berdasarkan pemeriksaan, tidak ada penyobekan lembaran dalam buku transaksi yang dituduhkan pada dua bekas penyidik KPK, AKBP Roland Rolandy dan Kompol Harun. Keduanya kini sudah bertugas di Polri. "Bahwa mengenai perusakan barang bukti setelah dicek pun tidak terbukti ada Roland dan Harun melakukan perobekan," kata Setyo di Mabes Polri, Jakarta, Rabu (10/10).
Kemudian, soal transaksi yang disebutkan dalam buku buti itu, Setyo pun membantah bahwa ada transaksi Basuki ke Kapolri Jenderal Tito Karnavian yang dahulu menjabat sebagai Kapolda Metro Jaya. Hal itu, kata Setyo, sudah ditanyakan langsung pada Basuki. Setyo mengklaim, Basuki sudah menyatakan tidak mengirim dana ke Tito Karnavian. "Di situ ada catatan di buku tapi itu bukan aliran dana. Dia mengakui menggunakan dana itu untuk kepentingan sendiri tidak hanya Pak Tito tapi ada orang Bea Cukai juga, ada pejabat lain," ujarnya.
"Jadi ini ada yang mau mengadu-ngadu antara polisi dengan KPK. Janganlah ini menjelang tahun politik biarlah kontestasi berjalan aman dan damai," ujarnya.
Kasus itu, kata Setyo sudah dikonfirmasi langsung pada Dirkrimsus Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Polisi Adi Deriyan yang dahulu menjadi penyidik KPK. Adi membantah adanya transaksi dari Basuki Hariman ke Tito. "Itu kan tahun 2017 dan kita sudah melakukan proses penyelidikan dan penyidikan kepada Pak Basukinya langsung, sumbernya dari mana? Pak Basuki," ucap Adi Deriyan.
Kasus ini bermula saat sejumlah media menyatakan adanya catatan transaksi aliran dana dari CV Sumber Laut Perkasa ke rekening Tito terkait kasus impor daging sapi dalam buku kas berwarna merah, sehingga kerap disebut Buku Merah.