REPUBLIKA.CO.ID, SUKABUMI -- Pemerintah Kota Sukabumi merespon dengan serius meningkatnya pertumbuhan lelaki seks lelaki (LSL) atau gay di wilayahnya. Caranya dengan mendorong peningkatan kualitas keagamaan ke kalangan pelajar dan mahasiswa dan mendorong orangtua untuk memperkuat komunikasi dengan anak-anak.
Sementara pemkot meningkatkan upaya pengawasan tempat-tempat umum atau taman dan kos-kosan yang marak di Sukabumi. "Kami prihatin karena pertumbuhan LSL atau gay cukup tinggi," ujar Wali Kota Sukabumi Achmad Fahmi yang baru dilantik sebagai wali kota pada 20 September 2018 lalu kepada Republika.co.id di sela-sela mengikuti shalat subuh berjamaah di Masjid Agung Sukabumi Jumat (12/10).
Data yang diperolehnya sampai 2017 lalu jumlah LSL atau gay di Sukabumi mencapai sebanyak 1.018 orang. Informasi itu menjadi dasar bagi pemerintah untuk memberikan perhatian khsusus terhadap permasalahan tersebut.
Terlebih ungkap Fahmi kalangan LSL atau gay menjadi penyumbang terbesar dalam kasus HIV/AIDS di Kota Sukabumi. Dari data Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Kota Sukabumi menyebutkan kasus baru HIV/AIDS di sepanjang Januari-Agustus 2018 mencapai sebanyak 92 kasus.
"Di mana LSL atau gay menjadi penyumbang terbesar," ujar Fahmi, yang juga sebagai ketua KPA Kota Sukabumi. Ia mengatakan tingginya pertumbuhan LSL atau gay di Sukabumi disebabkan berbagai faktor.
Kota Sukabumi ungkap Fahmi dijadikan sebagai kota perlintasan yang dianggap nyaman. Akibatnya Kota Sukabumi dijadikan lokasi favorit bagi warga di wilayah di sekitarnya untuk bertemu.
Kondisi ini terang Fahmi disebabkan di Sukabumi banyak kafe atau tempat nongkrong yang nyaman untuk ketemuan. Faktor lainnya menyangkut angka pertumbuhan kos-kosan yang begitu cepat di Sukabumi.
Oleh karena itu sambung Fahmi ke depan pemkot akan terus melakukan sosialisasi kepada pemuda baik pelajar dan mahasiswa mengenai pencegahan agar tidak terjeremus ke sana. Pemkot mendorong orangtua untuk meluangkan waktu bagi keluarga dan meningkatkan kegiatan keagamaan.
"Kami juga mencoba menertibkan kos-kosan karena menjadi tempat ideal bagi LSL untuk bertemu dan berkumpul," cetus Fahmi. Selanjutnya taman publik yang ada di lingkup kota akan dicek penerangannya atau kondisinya. Sehingga taman menjadi terbuka dan tidak ada tempat ‘nyumput’ atau sembunyi untuk melakukan hal-hal yang negatif.