REPUBLIKA.CO.ID, BADUNG -- Skema teknologi finansial crowdfunding syariah di Indonesia masih belum berkembang. Hal ini karena belum adanya regulasi yang secara khusus mengatur skema pembiayaan ini.
Secretary General The Islamic Financial Services (IFSB) Bello Lawal Danbatta mengatakan, skema pembiayaan yang dilakukan melalui dana urunan ini akan sangat membantu mendorong keuangan syariah di Indonesia. Sebagai negara dengan penduduk Muslim terbesar, Indonesia dapat menjadi pusat keuangan syariah.
Namun sampai saat ini, skema fintech ini masih belum berkembang karena kurangnya dukungan dan infrastruktur untuk mengembangkannya. “Crowdfunding saat ini ada, tapi belum berkembang karena tidak banyak dukungan, belum ada infrastruktur,” ujar Bello di OJK Fintech Talk di Ayana Resort, Jimbaran, Bali, Jumat (12/10).
Menurut Bello, yang paling penting dalam pengembangan skema fintech ini adalah membuat struktur pengelolaan syariah. Struktur ini meliputi sharia compliance seperti asal dana yang akan disalurkan, hingga pengawasan dari regulator. Kendati begitu, meskipun pasar ini dapat mendorong peningkatan keuangan syariah, masih banyak pelaku ekonomi Syariah yang benar-benar memahami teknologi.
“Pelaku ekonomi Syariah harus mengerti teknologi agar dapat mengembangkannya,” ujar Bello.
Dalam kesempatan yang sama, Kepala Pengawas Industri Keuangan Non-Bank (IKNB) OJK Riswinandi mengatakan saat ini pihaknya masih fokus dalam mengembangkan Equity Crowdfunding (ECF). Saat ini rancangan regulasi OJK tentang ECF masih dalam proses finalisasi.
“Syariahnya belum ada. Yang sekarang mau kita finalkan draf aturannya untuk equity crowdfunding. Nanti kalau orang mau beli saham bisa dengan fintech itu,” kata Riswinandi.
Meskipun belum menyusun regulasi mengenai crowdfunding Syariah, namun OJK membuka kesempatan bagi siapapun yang mempunyai kemampuan dan kapasitas untuk membuat fintech skema tersebut. “Kalau ada yang mau Syariah, nanti dibikin aturannya, yang sesuai Syariah compliance,” ujarnya.