Jumat 12 Oct 2018 23:15 WIB

Masa Depan Keuangan di Tangan Teknologi dan Lingkungan

Meski dapat tingkatkan kesejahteraan manusia, inovasi juga memiliki banyak kelemahan

Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso dalam diskusi OJK 'Future of Finance' di Jimbaran, Bali, Jumat (12/10).
Foto: OJK
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso dalam diskusi OJK 'Future of Finance' di Jimbaran, Bali, Jumat (12/10).

REPUBLIKA.CO.ID, NUSA DUA -- Sektor keuangan ke depannya akan bergeser pada pemanfaatan teknologi sekaligus pelestarian lingkungan. Teknologi tidak dipungkiri dapat mendorong sektor keuangan semakin maju. Dengan cakupan yang luas, teknologi mampu menjangkau masyarakat di daerah terpencil.

Teknologi finansial (tekfin) yang efektif dan efisien ke depannya menjadi kebutuhan untuk mendorong inklusi keuangan di dunia. Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso menjelaskan, Indonesia memiliki populasi yang besar dengan wilayah yang luas. Oleh karena itu, setiap kebijakan harus mengarah ke populasi.

Infrastruktur telekomunikasi pun diperlukan untuk menunjang perekonomian. Apalagi saat ini tekfin banyak dimanfaatkan oleh perbankan untuk menjangkau wilayah-wilayah terpencil. "Teknologi sangat penting untuk Indonesia dan negara berkembang lainnya. Ini era baru untuk sektor keuangan," kata Wimboh dalam diskusi OJK 'Future of Finance' di Jimbaran, Bali, Jumat (12/10).

Menurut Wimboh, sektor keuangan akan bergeser seluruhnya ke teknologi. Untuk itu, otoritas harus dapat membuat kebijakan yang berdasarkan kebutuhan dan kondisi pasar saat ini. Apalagi pasar keuangan sangat volatile.

Selain dapat menjangkau wilayah terpencil, adanya teknologi juga akan membuat sistem semakin efisien. Selain itu, teknologi juga bisa digunakan untuk pendidikan, inklusi dan literasi.

photo
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso dalam diskusi OJK 'Future of Finance' di Jimbaran, Bali, Jumat (12/10).

Sementara itu, peraih Nobel Ekonomi Joseph Stiglitz menilai bahwa meskipun inovasi dapat meningkatkan kesejahteraan manusia, namun tidak dipungkiri terdapat berbagai kelemahan. Pertama, inovasi yang digunakan untuk meningkatkan teknologi telah mengeksploitasi orang lain dan menyerang privasi. "Perlindungan konsumen sangat penting," kata Stiglitz.

Kedua, ini akan berdampak kepada pekerjaan. Mereka yang paling terpengaruh adalah yang tidak memiliki keterampilan. "Untuk orang-orang yang memiliki skill yang kurang, akan ada ketidaksetaraan. Meskipun kue ekonominya lebih besar, banyak orang yang mungkin hanya mendapatkan porsi kecil," ujar Stiglitz.

Selain teknologi, kata dia, ke depannya sektor keuangan juga harus berfokus kepada pelestarian lingkungan. CEO Climate Bonds Initiative Sean Kidney mengatakan bahwa saat ini iklim Indonesia dalam kondisi tertekan.

Mengutip laporan Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) mengenai iklim dunia yang semakin memburuk, Sean menyebut bahwa seluruh dunia mengambil keputusan yang salah mengenai iklim dan energi. "Tidak hanya krisis ekonomi tetapi juga iklim, dan semuanya butuh energi," kata Sean.

Green bond atau efek bersifat utang berwawasan lingkungan yang dana hasil penerbitannya digunakan untuk membiayai kegiatan usaha yang berwawasan lingkungan, dinilai merupakan salah satu solusi dalam sistem keuangan yang ramah lingkungan. "Saya sangat mengapresiasi green bond dari OJK," kata Sean.

Menanggapi hal ini, Wimboh menjelaskan bahwa green bond sangat dibutuhkan oleh Indonesia karena cocok untuk digunakan dalam berbagai sektor, terutama pariwisata. Selain itu, skema pembiayaan ini sekarang sangat diminati investor asing. "Dengan skema ini, kita bisa menghubungkan antara lender dan borrower. Jadi kita akan dorong terus penerbitan green bond," kata Wimboh.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement